07 Juni 2017

Merajut Ulang Solidaritas

Jiwa kepemimpinan hanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki solidaritas yang kuat.
(Ibnu Khaldun)
***

Sebuah organisasi pergerakan tatkala memiliki solidaritas yang kuat niscaya akan memiliki pengaruh dan kekuatan yang besar. Cita-cita yang begitu luhur menjadikan insan Ulul Albab yang mampu menebar kebaikan dan memberikan sumbangsih perubahan akan tercapai tatkala kader dan anggotanya memiliki solidaritas yang kuat.
Islam sebagai agama terakhir yang lahir di atas tanah tandus, gersang, dan berada di tengah-tengah masyarakat jahiliah terbukti mampu menjadi agama pemersatu bangsa, suku, dan golongan dari berbagai umat di belahan dunia. Perang antara kaum Islam-Arab dengan tentara berjumlah kurang dari 30 ribu melawan tentara Persia yang berjumlah 120 ribu, juga tentara Heraklius yang berjumlah 400 ribu, Arab mampu mengalahkan keduanya. Begitu juga perang Badar yang dikenal begitu dahsyatnya, karena umat Islam hanya berjumlah 300 orang yang dikomandani langsung oleh nabi Muhammad SAW, Ali bin Abu Thalib, dan Hamzah, melawan orang-kafir yang berjumlah 1000 orang lengkap  dengan pakaian perang dan kuda di bawah komandan abu Jahal (Amr bin Hisyam). Umat Islam dapat memenangkan pertempuran dengan gemilang dan mampu memporak-porandakan tentara musuh. Kemenangan-kemenangan ini dikarenakan kesatuan jiwa yang kokoh serta rasa solidaritas yang kuat yang menjadi benteng pertahanan yang tak mampu dirobohkan orang-orang kafir.
Kiai Hasyim beserta para kiai, santri dan umat Islam mampu mengobarkan api perjuangan untuk melakukan perlawanan terhadap tentara Belanda dan sekutu demi mempertahankan kedaulatan bangsa. Berbagai upaya pun dilakukan, mulai dari membentuk Komite Hijaz, membentuk Nahdlatul Wathan, mendirikan Nahdlatul Tujar, hingga mendirikan organisasi level nasional Nahdlatul Ulama sebagai organisasi terbesar yang mewakili kelompok Islam tradisional dalam menyatukan pandangan, gagasan, kekuatan, dan solidaritas melawan kekuatan penjajah. Perasaan yang sama atas penindasan kaum penjajah mendorong para kiai, santri, dan umat Islam  untuk bersatu membangun satu kekuatan besar yang berisikan “ruh cinta tanah air sebagian dari iman” terbukti mampu mencabut dan mengusir Belanda dan Jepang dari bumi Indonesia.
Perjuangan para pemuda yang dengan gigih dan sabar menyatukan pandangan, gagasan, dan cita-cita bersama meraih kemerdekaan adalah perjuangan yang sangat panjang. Bagaimana tidak, 1908 atas kesadaran para pelajar, didirikanlah organisasi Budi Utomo, disusul pada 1909 berdiri Serikat Dagang Islam, pada 1912 berdiri Muhammadiyah, 1913 berdiri Indische Party, 1917 berdiri Jong Sumatera, 1918 berdiri Jong Java dan Jong Ambon, 1919 berdiri Jong Minahasa dan Jong Celebs (Jakarta), dan lain-lain. 1926 berdiri Nahdlatul Ulama, 1931 berdiri Nasyiatul Aisyiyah, 1932 berdiri Pemuda Muhammadiyah dan 1934 berdiri Pemuda Ansor. Gerakan Pemuda Islam 1945, Pemuda Islam 1947, Angkatan Puteri Al-Washliyah 1947, Ikatan Putra Putri Indonesia 1945, Gamki 1948, Pemuda Demokrat 1947, Pemuda Katolik 1947, PMKRI 1947, Pelajar Islam Indonesia 1947, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) 1947, dan PMII berdiri pada 1960.
Itu adalah sejarah panjang para pemuda Indonesia yang memiliki semangat perjuangan yang tinggi. Baik perjuangan menggunakan fisik maupun perjuangan menggunakan nalar kritis, yang kesemuanya memimpikan tercapainya cita-cita kemerdekaan.
Melihat kondisi bangsa Indonesia yang sedang berada di tengah arus pertarungan transnasional, berbagai produk mulai dari produk intelektual maupun produk material menjadi modal persaingan lintas negara, PMII sebagai organisasi kaderisasi yang mengemban amanah menjadi pribadi yang berkarakter, bertanggungjawab, jujur, adil, cerdas, dan mengamalkan ilmu pengetahuan, menjadi satu harapan besar dalam memberikan sumbangsih dan kepeduliannya terhadap kemajuan suatu bangsa.
PMII dilahirkan untuk menjadi wadah dari kekuatan para pemuda, kekuatan mahasiswa Nahdliyyin. PMII didirikan sebagai media pemersatu gagasan dan langkah gerak dalam mencapai sebuah misi bersama. PMII adalah kawah candradimuka untuk membentuk manusia-manusia yang bermartabat, manusia-manusia yang berdaulat, dan manusia-manusia yang rela mengabdikan diri untuk kepentingan umat.
PMII mau tidak mau harus merajut ulang jiwa solidaritas di dalam diri kader dan anggotanya. Api perjuangan yang mulai redup perlu dikobarkan kembali. Jati diri yang mulai hilang, perlu ditanamkan lagi. Jiwa solidaritas sesama kader dan anggota yang mulai terputus perlu dirajut kembali. Tujuannya agar PMII tidak hanya sebatas sekerumunan mahasiswa yang mengabiskan waktu tanpa guna, tetapi menjadi sebuah organisasi pergerakan yang sesungguhnya. Semangat pergerakan yang tumbuh dari pribadi masing-masing kader, bukan semangat pergerakan yang hanya mengandalkan kekuatan atau kemampuan orang-orang di belakang kita.
PMII mampu untuk itu semua. Jalin solidaritas antar anggota, isi dengan kegiatan-kegiatan yang mendewasakan cara berfikir dan bertindak, serta bebaskan diri dari belenggu kebodohan dan ketergantungan. Jadilah mahasiswa yang berdaulat, mahasiswa yang produktif, dan mahasiswa yang memiliki satu kesatuan, solidaritas pergerakan.

Salam pergerakan.

Related Posts

0 komentar: