(Ibnu Khaldun)
***
Sebuah organisasi pergerakan tatkala memiliki solidaritas yang kuat
niscaya akan memiliki pengaruh dan kekuatan yang besar. Cita-cita yang begitu
luhur menjadikan insan Ulul Albab yang mampu menebar kebaikan dan memberikan
sumbangsih perubahan akan tercapai tatkala kader dan anggotanya memiliki
solidaritas yang kuat.
Islam sebagai agama terakhir yang lahir di atas tanah tandus, gersang,
dan berada di tengah-tengah masyarakat jahiliah terbukti mampu menjadi agama
pemersatu bangsa, suku, dan golongan dari berbagai umat di belahan dunia.
Perang antara kaum Islam-Arab dengan tentara berjumlah kurang dari 30 ribu
melawan tentara Persia yang berjumlah 120 ribu, juga tentara Heraklius yang
berjumlah 400 ribu, Arab mampu mengalahkan keduanya. Begitu juga perang Badar yang
dikenal begitu dahsyatnya, karena umat Islam hanya berjumlah 300 orang yang
dikomandani langsung oleh nabi Muhammad SAW, Ali bin Abu Thalib, dan Hamzah,
melawan orang-kafir yang berjumlah 1000 orang lengkap dengan pakaian perang dan kuda di bawah
komandan abu Jahal (Amr bin Hisyam). Umat Islam dapat memenangkan pertempuran
dengan gemilang dan mampu memporak-porandakan tentara musuh.
Kemenangan-kemenangan ini dikarenakan kesatuan jiwa yang kokoh serta rasa
solidaritas yang kuat yang menjadi benteng pertahanan yang tak mampu dirobohkan
orang-orang kafir.
Kiai Hasyim beserta para kiai, santri dan umat Islam mampu
mengobarkan api perjuangan untuk melakukan perlawanan terhadap tentara Belanda
dan sekutu demi mempertahankan kedaulatan bangsa. Berbagai upaya pun dilakukan,
mulai dari membentuk Komite Hijaz, membentuk Nahdlatul Wathan, mendirikan
Nahdlatul Tujar, hingga mendirikan organisasi level nasional Nahdlatul Ulama
sebagai organisasi terbesar yang mewakili kelompok Islam tradisional dalam
menyatukan pandangan, gagasan, kekuatan, dan solidaritas melawan kekuatan
penjajah. Perasaan yang sama atas penindasan kaum penjajah mendorong para kiai,
santri, dan umat Islam untuk bersatu
membangun satu kekuatan besar yang berisikan “ruh cinta tanah air sebagian dari
iman” terbukti mampu mencabut dan mengusir Belanda dan Jepang dari bumi Indonesia.
Perjuangan para pemuda yang dengan gigih dan sabar menyatukan
pandangan, gagasan, dan cita-cita bersama meraih kemerdekaan adalah perjuangan
yang sangat panjang. Bagaimana tidak, 1908 atas kesadaran para pelajar,
didirikanlah organisasi Budi Utomo, disusul pada 1909 berdiri Serikat Dagang
Islam, pada 1912 berdiri Muhammadiyah, 1913 berdiri Indische Party, 1917
berdiri Jong Sumatera, 1918 berdiri Jong Java dan Jong Ambon, 1919 berdiri Jong
Minahasa dan Jong Celebs (Jakarta), dan lain-lain. 1926 berdiri Nahdlatul
Ulama, 1931 berdiri Nasyiatul Aisyiyah, 1932 berdiri Pemuda Muhammadiyah dan
1934 berdiri Pemuda Ansor. Gerakan Pemuda Islam 1945, Pemuda Islam 1947,
Angkatan Puteri Al-Washliyah 1947, Ikatan Putra Putri Indonesia 1945, Gamki
1948, Pemuda Demokrat 1947, Pemuda Katolik 1947, PMKRI 1947, Pelajar Islam
Indonesia 1947, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) 1947, dan PMII berdiri pada
1960.
Itu adalah sejarah panjang para pemuda Indonesia yang memiliki
semangat perjuangan yang tinggi. Baik perjuangan menggunakan fisik maupun
perjuangan menggunakan nalar kritis, yang kesemuanya memimpikan tercapainya
cita-cita kemerdekaan.
Melihat kondisi bangsa Indonesia yang sedang berada di tengah arus
pertarungan transnasional, berbagai produk mulai dari produk intelektual maupun
produk material menjadi modal persaingan lintas negara, PMII sebagai organisasi
kaderisasi yang mengemban amanah menjadi pribadi yang berkarakter,
bertanggungjawab, jujur, adil, cerdas, dan mengamalkan ilmu pengetahuan,
menjadi satu harapan besar dalam memberikan sumbangsih dan kepeduliannya
terhadap kemajuan suatu bangsa.
PMII dilahirkan untuk menjadi wadah dari kekuatan para pemuda,
kekuatan mahasiswa Nahdliyyin. PMII didirikan sebagai media pemersatu gagasan
dan langkah gerak dalam mencapai sebuah misi bersama. PMII adalah kawah
candradimuka untuk membentuk manusia-manusia yang bermartabat, manusia-manusia
yang berdaulat, dan manusia-manusia yang rela mengabdikan diri untuk
kepentingan umat.
PMII mau tidak mau harus merajut ulang jiwa solidaritas di dalam
diri kader dan anggotanya. Api perjuangan yang mulai redup perlu dikobarkan
kembali. Jati diri yang mulai hilang, perlu ditanamkan lagi. Jiwa solidaritas
sesama kader dan anggota yang mulai terputus perlu dirajut kembali. Tujuannya agar
PMII tidak hanya sebatas sekerumunan mahasiswa yang mengabiskan waktu tanpa
guna, tetapi menjadi sebuah organisasi pergerakan yang sesungguhnya. Semangat
pergerakan yang tumbuh dari pribadi masing-masing kader, bukan semangat pergerakan
yang hanya mengandalkan kekuatan atau kemampuan orang-orang di belakang kita.
PMII mampu untuk itu semua. Jalin solidaritas antar anggota, isi
dengan kegiatan-kegiatan yang mendewasakan cara berfikir dan bertindak, serta
bebaskan diri dari belenggu kebodohan dan ketergantungan. Jadilah mahasiswa
yang berdaulat, mahasiswa yang produktif, dan mahasiswa yang memiliki satu
kesatuan, solidaritas pergerakan.
Salam pergerakan.
0 komentar: