28 April 2016

Dari Dzikir Ke Amal Saleh

Membaca motto Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), “Dzikir, Fikir, Amal Saleh”, ternyata lebih mengagumkan dengan kaca mata Hujjatul Islam Imam al-Ghazali. Sang pencetus, sahabat Ali Maskur Musa pasti sudah jungkir balik munajat dan berpikir keras untuk melahirkannya.

Mengawali dengan dzikir dalam pribadi kita adalah tindakan yang paling tepat. Fas’alu ahladzkri inkuntum laa ta’lamun, tanyalah ahli dzikir jika kalian tidak memahami sesuatu. Perintahnya sangat jelas, terang Imam al-Ghazali. Bukan pakar keilmuan, melainkan ahli dzikir.

Pasalnya, seorang yang mengandalkan rasionalitas belaka, kerap terjerembab dengan halusinasi akal, tandasnya dalam kitab Jawahirul Qur'an karyanya.

Kita ambil contoh misalnya ketika orang itu tidur, ia bermimpi akan sesuatu. Dalam mimpinya, ia menganggap bahwa apa yang dialami dalam tidur adalah suatu kepastian. Akan tetapi ketika bangun, ia mengakui bahwa kejadian dalam mimpi adalah hal semu, hanya mimpi belaka.

Jika rasionalitas itu dibalik, bagaimana jika mimpi itu adalah sebuah kepastian hidup, dan perilaku keseharian kita adalah semu belaka? Bukan sebuah kenyataan pasti. Akal tidak bisa membuktikan keniscayaan logika tersebut. Oleh karenanya dalam al-Munqidh Minadholal, Hujjatul Islam kemudian beralih dari rasionalitas menuju pada Kasyaf, hati.

Kelemahan akal tersebut juga dibahas oleh Ibn Athoillah as-Sakandari dalam Hikamnya dengan redaksi lain. Bahwa akal hanyalah alat belaka, sedangkan sopirnya ialah hati atau nafsu. Jika dikendalikan hati, maka akal akan jernih dalam berpikir dan sebaliknya, jika disopir oleh nafsu, maka ia akan bergerak merusak.

Memang ada kelemahan tersendiri jika landasan dasarnya adalah hati. Setiap orang bisa mengaku-ngaku akan kejernihan hatinya, lantas diagungkan oleh yang lain, maka juga akan berpangruh distortif massal. Banyak menyesatkan kalangan banyak. Oleh karenanya, hati masih harus didampingi oleh garis-garis syariah. Jika ada orang yang mengaku-ngaku hatinya jernih, lantas menyeleweng dari garis syariah, maka tertolaklah argumentasinya.

Metode Kasyaf
Mengutip pengantar Lukmanul Hakiem dalam Permata Ayat-Ayat Suci dari pernyataan Imam al-Ghazali bahwa, Bersinarnya kalbu dan jiwa hanyalah muncul dari dzikir. Dzikir kepada Allah itu sendiri tidak akan didapatkan melainkan dari orang-orang takwa. Takwa adalah pintu dzikir, dan dzikir adalah pintu kasyaf. Sedang kasyaf itu sendiri merupakan pintu bagi kebahagiaan yang besar.” Maka bisa disimpulkan, titik tolak untuk menjalankan dzikir adalah takwa sebagai pintu utama menggapai kasyaf.

Sudah tidak asing bagi kita bahwa takwa adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Pintu menjalankan dzikir pertama ini sudah sangat berat untuk dilalui. Oleh karenanya menuju kepada Amal Saleh hanyaakan dilalui orang-orang (baca: kader PMII) yang sudah teruji dari hati, pemikiran dan tindakan pribadinya.

Ketika kerangka kasyaf sudah dimiliki dengan susah payah, maka kerangka berpikir seseorang menjadi lurus secara logika. Ibarat sinar matahari yang dipantulkan ke bulan, dari bulan dipantulkan ke cermin, dari cermin menerangi ruangan kamar. Dari Tuhan menuju piranti nabi-nabi dan ayat-ayat-Nya, dipantulkan pada hati kita, dan menerangi pemikiran kita.

Tentunya, untuk mendapatkan keputusan tindakan yang lebih matang, kasyaf bukanlah satu-satunya piranti. Saiful Anwar memetakan karya Imam al-Ghazali dan menuangkan dalam karyanya, Filsafat Ilmu al-Ghazali. Ada piranti lain yang tidak bisa ditinggalkan untuk menggapai kebenaran; Indra, akal dan dzauq (kasyaf).

Ketiganya masih dibutuhkan antara satu dengan lainnya. Hanya saja, dari ketiga piranti-piranti yang ada, PMII memulai dari dzikir, selaras dengan al-Ghazali. Karena dari permulaan itu, pasti akan melahirkan kejernihan pemikiran tanpa ditumpangi ego nafsu yang serakah.

Amal saleh
Amal saleh adalah produk. Ia dilahirkan atau tidak, membutuhkan keberanian tersendiri. Tidak sedikit orang yang sudah lurus secara pemikiran, tapi tidak bisa mengeksekusinya menjadi nyata.

Salah satu sifat mendasar yang dianjurkan Sayyidina Ali untuk dimiliki para lelaki. Dermawan dan Jantan (berani). Untuk melahirkan janin pemikiran dari kejernihan hati yang sudah dipermatang akal, membutuhkan keberanian khusus. Berani mempertanggungjawabkan tindakan walaupun harus berbeda pendapat. Berani melahirkan (mengeksekusi) menjadi nyata dengan strategi-strategi jitu, metode jitu sehingga hasil produk kejernihan hati diteruskan ke Fikr, dan didongkrak keberanian melahirkan kualitas handal.

Semoga, produk-produk PMII dari kejernihan hati mereka, bisa terwujudkan menjadi peninggalan yang bisa dimanfaatkan orang banyak (kualitas handal). Selamat ber-RTAR dan RTK !


**

Yayan Mustofa (Bidang Pengkaderan, Masa Khidmat 2011-2012)
 

Related Posts

0 komentar: