Islam datang di
nusantara sejak abad ke 7 M di bawa oleh para mubalig dari Negara arab . hal
ini seperti yang di katakan Hamka bahwa peranan bangsa arab dalam menyebarkan
islam di nusanatra khususnya Indonesia lebih dominan di banding gujarat. Gujarat
hanya merupakan tempat singgah semata , sedangakan makkah dan mesir merupakan
pusat dari penyebaran islam. Hal ini senada dengan apa yang di kemukakan oleh
keijzer yang memandang bahwa ada kesamaan budaya di kedua wilayah yang mana
sama berpegang pada madhab syafi'i.
Akan tetapi menurut
mayoritas sejarawan, islam datang ke Indonesia di bawa oleh mubalig sekaligus
pedagang dari hadramaut (yaman selatan). Sebagai mana yang di kemukakan oleh
Nieman dan De Hollander , keduanya mengatakan bahwa bukan mesir sebagai sumber
Islam di nusantara melainkan hadramaut atau yaaman selatan yang menjadi sumber
islam. para mubalig dari hadramautlah yang banyak mengislamkan masyarakat
muslim di nusantara ini. Orang orang pribumi menyebut mereka dengan syarif atau
sayid, karena kebanyakan mereka yang menyebarkan islam di Nusantra ini masih keturunan
baginda Rasullah saw.
Penyebaran islam yang
di bawa oleh para sayid tersebut seiring berjalanya waktu terus berkembang dan
semakin luas sehingga sampai pada masa walisongo. Dengan ramah, toleran dan
penuh kasih sayang, islam banyak di terima oleh banyak kalangan mulai dari
bangsawan sampai rakyat jelata.
Sepeninggal walisongo
Penyebran islam tersebut terus di lakukan oleh para ulama, mubalig, dai dan
cendekiawan atau orang jawa sering menyebutnya kiai. Peranan kiai dalam
menyebarkan dan menegakan agama islam di bumi Indonesia ini sangat besar.
Banyak dari mereka yang mendirikan surau, masjid dan majlis ta'lim atau pondok
pesantren sebagai media dakwah dan penguatan ajaran ajaran agama islam. Kiai
sendiri dalam memperjuangkan agama islam dan menguatkanya banyak jalan atau
cara yang di tempuh. Mulai dari mengajar di pesantren, berceramah dari satu
tempat ke tempat yang lain, menulis lewat media cetak ataupun online dan ikut
campur dalam dunia politik. Ada juga kiai yang memilih berda'wah secara
sembunyi dan ikhlas sehingga tidak mau di ekspos ataupun di liput oleh media, atau
dalam istilah pesantren kiai seperti ini disebut kiai lillahi ta'ala, kiai kiai
seperti sering kita jumpai di pondok pesantren yang masih bernuansa salaf.
Kiai yang mempunyai
wibawa dan kharisma yang tinggi biasanya agak nyeleneh atau dalam istilah lain
disebut nyentrik seperti yang di gambarkan oleh penulis buku ini orangnya
peramah, tetapi lucu, raut wajahnya sepenuhnya membayangkan ke kiai'' an yang
sudah mengalami akulturasi dengan dunia luar. Gaya bicaranya juga ada dua
macam, di hadapan orang luar beliau sedikit berbicara dan lebih banyak
meladeni, tetapi di tengah rakyatnya sendiri, ia memakai gaya pengajian seratus
persen.
Buku kiai nyentrik
membela pemerintah ini mencoba mengungkap keberadaan kiai dalam memperjuangkan
agama islam serta mengisi kemerdekaan Negara ini yang sudah merdeka lebih dari
setengah abad. Seperti halnya yang di lakukan kiai Muchit Muzadi yang ada dalam
buku ini. "Pada masa menghebatnya aksi sepihak PKI di lancarkan, beliau
harus ribut dengan kiai kiai lain yang menentang UUAP dan UUPBH. Para kiai itu
memakai argumentasi bahwa tidak ada pembatasan hak milik pribadi dalam syafi'i,
Tetapi kiai muchit menyelamatkan diri secara politis dengan pertanyaan:
walaupun tidak ada pembatasan seperti itu bukankah ada larangan memperoleh hak
milik secara tidak halal.
Pada waktu itu beliau
di kecam dan di damprat kanan kiri sampai sampai beliau mendapat predikat
nyentrik. Buku ini memberikan wawasan tentang perjuangan para kiai dalam
pesantren, masyarakat, pemerintahan sampai dunia luar ,yang mana kiai selalu
andil berjuang untuk umatnya dalam segala kondisi. Dan tidak kalah penting buku
ini di tulis oleh KH abdurahman wahid (gus dur) yang mana sudah tidak asing
lagi bagi kita tentang ke nyentrikanya. Beliau juga seorang kiai , intelektual
, politikus dan mantan presiden.
Buku ini sangat cocok
sekali di baca untuk semua golongan, karena isinya selain menceritakan
perjuangan seorang kiai juga untuk motivasi bagi kalangan pemuda khsusnya
santri agar semangat untuk berjuang dalam menegakan kebenaran dan perdamaian.
**
Muhammad Irkham, (Rayon
Yusuf Hasyim, Semester VI)
0 komentar: