26 Mei 2017

Bukan Hanya Katanya, Tapi Memang dipaksa 'Nganggur'

Berbicara pengangguran, memang selalu dianggap sebagai suatu topik pembahasan yang menarik untuk diperbincangkan secara serius atau bahkan dengan guyonan (bersenda gurau). Entah karena memang makhluk yang berasal dari kata nganggur ini disebut virus bagi manusia -yang karenanya- mampu mengakibatkan si pengidap menjadi sampah bagi manusia yang lain, atau ia dianggap sebagai materi stand up komedi yang membuat seseorang mampu menertawakan dirinya sendiri. Jelas, menertawakan diri sendiri adalah indikator bahwa ia manusia pengangguran.

Lebih jauh lagi, oleh pemerintah pengangguran ditetapkan sebagai salah satu penyebab utama dari kesenjangan sosial. Entah itu ditinjau dari sudut pandang ekonomi, pendidikan, atau politik, pengangguran rupanya telah menjadi tokoh antagonis dengan penghargaan pemeran terbaik dalam sandiwara hidup kebangsaan yang antah-berantah.

Bahkan, jika Indonesia ini benar-benar akan menghadapi perang dunia ketiga, cukup bagi pemerintah mengumpulkan para pengangguran dari sabang sampai merauke untuk dijadikan perajurit berani mati (namun takut lapar) yang ditempatkan pada garis perang paling depan. Tanpa harus dibayar, tanpa di iming-imingi pekerjaan layak. Karena baginya sudah tidak ada yang diperjuangkan lagi didunia ini selain kehormatan. Dan dari pada mati dalam keadaan hina karena pengangguran, lebih baik mendapatkan kehormatan dari sejarah lantaran gugur dalam membela tanah air.

Menurut wikipedia, Pengangguran atau dalam bahasa lain adalah Tuna Karya diartikan sebagai Orang yang tidak bekerja sama sekali; sedang mencari kerja; bekerja kurang dari dua hari selama seminggu; atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Siapapun dia, tak mengenal dari suku apa dan bertempat tinggal dimana, jika termasuk dalam pengertian diatas, jangan ragu-ragu untuk menyebutnya pengangguran.

Ikut berbicara mengenai Pengangguran, Sakernas (Survei Keadaan Angkatan Kerja Nasional) mendefinisikannya sebagai; mereka yang sedang ,mencari pekerjaan dan saat itu juga tidak bekerja; mereka yang mempersiapkan usaha yaitu suatu kegiatan yang dilakukan seseorang dalam rangka mempersiapkan pekerjaan baru; mereka yang tida mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan disebut dengan penganggur pututs asa; dan mereka yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum memulai bekerja.

Definisi diatas memang terdengar lebih 'etis'. Namun, yang namanya pengangguran, dimana-mana juga telah mendapatkan justifikasi negatif baik oleh orang perorangan ataupun dari sekolompok orang. Yang jelas, jangan sekali-kali bercita-cita untuk menjadi manusia penganggur, kecuali bagi mereka yang memiliki keahlian ber-alasan banyak.

Namun, bukan tidak beralasan penulis mencantumkan kalimat "dipaksa nganggur" di dalam judul tulisan di atas. Karena memang secara realitas, semakin Negara tersebut maju, semakin banyak masyarakatnya yang bertambah kaya, dan lebih banyak lagi yang masuk dalam kategori miskin. Sebabnya adalah tak lain daripada suatu sistem ekonomi (kapitalis) yang mengharuskan adanya tindak "memiskinkan" dari mereka yang berusaha sekuat tenaga untuk "memperkaya" diri sendiri.

Gambaran sederhananya seperti ini.

Di dalam sistem kapitalis, terdapat istilah komoditi yang dipergunakan untuk menjelaskan stock atau "barang cadangan" dalam suatu proses jual beli dan tenaga kerja produksi. Komoditi di dalam proses jual beli bukan bersifat "nilai guna", melainkan sebuah "nilai tukar" yang harus menghasilkan keuntungan berupa uang yang lebih banyak. Sebuah industri kapitalis memproduksi barang bukan berdasarkan "kebutuhan" dari para calon konsumen (nilai guna), akan tetapi barang yang diperoduksi tersebut harus mampu menghasilkan uang yang lebih banyak (nilai tukar) dari biaya produksi itu sendiri. Maka satu-satunya kemungkinan adalah dengan memproduksi barang sebanyak-banyaknya. Hal demikian mengharuskan adanya tambahan tenaga kerja yang lebih banyak pula, karena tidak mungkin pemilik industri mampu menghasilkan barang yang banyak dengan olah tangannya sendiri.

Karena keuntungan yang di dapat dari sistem kapitalis berbentuk uang, maka menjadi hal yang "wajar" jika pemilik industri tidak akan membagi keuntungannya secara adil kepada para pekerja yang 'hanya' memiliki modal tenaga kerja saja. Oleh karena pekerja hanya memiliki modal tenaga saja, maka upah yang diberikan kepadanya pun juga hanya cukup digunakan untuk membeli kebutuhan yang menghasilkan "tenaga" pula. Seperti kebutuhan primer berupa makan dan minum. Dari rangkaian proses inilah, pemilik industri memanfaatkan komoditi di dalam proses jual beli untuk memperkaya diri di satu sisi, dan di sisi yang lain memiskinkan para pekerjanya.

Sementara komoditi di dalam tenaga kerja produksi mengarah pada suatu proses untuk mempekerjakan orang lain yang tak memiliki modal untuk memproduksi barang, dan kemudian menganggurkannya jika di kemudian hari mereka yang dipekerjakan tidak menyepakati jumlah upah yang diberikan. Para pemilik industri merasa tidak khawatir akan kehilangan para pekerja, karena stock atau "tenaga cadangan" masih berlimpah dari orang-orang miskin lain yang menganggur, karena proses pemiskinan dari para pemilik industri yang lain pula.

Pengangguran, adalah prakondisi dimana seseorang akan terserang penyakit miskin. Semakin lama ia menganggur, maka semakin jauh pula baginya untuk menjadi manusia yang "berkecukupan" (sebuah kondisi tengah-tengah antara miskin dan kaya). Jika sudah lama menganggur, tawaran dari para pemilik industri akan mereka terima. Seberapa kecilnya upah yang akan mereka terima sudah tidak menjadi soal. Yang paling penting bagi mereka adalah untuk dapat makan dan minum sehari-hari serta tidak mendapat cemooh dari orang lain yang memiliki profesi berbeda darinya karena menganggur.

So, yang katanya pengangguran memang iya. Tapi mereka memang dipaksakan untuk NGANGGUR!

Wallahu al muwaffieq ilaa aqwamith thariq...

_____
Rivai Moehamed. Anggota biasa yang bertempat tinggal di rivaimoehamed.wordpress.com 


Related Posts

0 komentar: