18 November 2015

Sebut Saja Indonesia


Indonesia, negara yang selalu kita banggakan, kita harumkan dengan segala bentuk ucapan kita, yang katanya kaya akan sumber daya alam nya juga manusianya yang memiliki budaya gotong royong, yang saat ini kita pijak tanahnya, kita hirup udaranya, kita nikmati alamnya, bukankah ini Indonesia yang selalu dan akan terus kita banggakan?

Lantas apa yang akan kita buktikan sebagai warganya, sebagai penghuninya, terhadap dunia bahwa negara ini pantas untuk dibanggakan? Apakah hanya dengan 'alam' nya yang katanya kaya, atau dengan kayanya mulut warga negara Indonesia?

Prof. Nagano, staf pengajar di Nihon University, pernah dalam memberikan kuliah intensive course dalam bidang Asian Agriculture di IDEC Hiroshima University, beliau mengutarakan sesuatu yang sangat menggelitik kita sebagai warga negara Indonesia. Saat itu kebetulan ada seorang mahasiswa yang berasal dari Indonesia dan menuliskan kutipan beliau berikut ini;

"Orang Indonesia suka rapat dan membentuk berbagai macam panitia. Setiap ada kegiatan, orang Indonesia selalu rapat terlebih dahulu, tentunya dengan konsumsi. Setelah rapat, dibentuklah kepanitiaan. Kemudian, diskusi berulang kali, saling kritik, dan setiap orang merasa idenya yang paling benar. Akhirnya, pelaksanaan tertunda. Padahal, tujuan program tersebut sebenarnya baik."


Tidak hanya prof. Nagano, orang asing diluar sana (yang pernah datang keIndonesia tentunya) jika ditanya tentang kebudayan apa yang ada di Indonesia, kebanyakan dari mereka menjawab BJK yakni Budaya Jam Karet, bukankah jawaban seperti ini membuat kita tertawa? Tidakkah juga kita malu mendengar jawaban seperti ini. Apakah segitu parahnya disiplin kita?

Mungkin beberapa di antara kita sudah pernah mendengar ataupun membaca tentang kisah seorang mahasiswa asal Indonesia di Jepang, tentang 'sensei' (baca:guru) nya yang mengatakan bahwa orang Indonesia senang menunda-nunda pekerjaan. Dan umumnya tidak mau turun ke lapangan. 

Mahasiswa tersebut menceritakan tentang kisah sang sensei ke Indonesia untuk memberikan pelatihan kepada para petani. Pendamping beliau dari direktorat pertanian datang dengan safari lengkap. Padahal sang sensei datang dengan pakaian kerja lengkap dengan sepatu bot. Lantas pejabat tersebut hanya memberikan petunjuk tanpa turun ke sawah, tentu saja karena dia datang dengan berjas dan berdasi. Seperti itulah sang sensei menggambarkan orang Indonesia yang bahkan di dalam negrinya sendiri tak mau ikut turut turun ke lapangan.

Sang sensei juga mengakatan jika setiap orang mempunyai prinsip, kalau bisa dikerjakan sekarang, mengapa besok? Tidak dengan orang Indonesia yang memiliki prinsip, kalau bisa dikerjakan besok, mengapa tidak? Tidakkah kita malu dengan pernyataan sensei tersebut tentang negara kita? Ataukah kita hanya marah lantas menggunjing sang sensei karena ucapannya tanpa melihat diri kita sendiri?

Katanya negara kita adalah negara yang kuat karena budaya masyarakatnya yang suka gotong royong, katanya negara kita adalah negara yang kuat karena dasar negara yang kita miliki, katanya negara kita adalah negara yang hebat karena masyarakatnya yang bersatu. Namun nyatanya negara kita hancur-hancuran karena masyarakatnya sendiri.

Tidakkah seharusnya dengan semua yang kita katakan tentang kehebatan negara kita, kita mampu membangun negara kita lebih baik lagi, bahkan jauh lebih baik dari sekarang. Bahkan negara yang terkenal dengan perang saudaranya hingga jatuh negara tersebut, kini korea (selatan) dapat membangun negaranya kembali bahkan jauh lebih baik dari sebelumnya, bukankah sumber negara kita jauh lebih besar daripada Korea? Lantas mengapa negara kita kalah dipandangan orang diluar sana dibanding negara Korea?

Kita sering menyatakan aksi, namun bukankah sebenarnya kita lebih menyukai kata-kata tanpa aksi, yang hanya terlalu banyak diskusi, adu kritik dan cacian, terlalu banyak bicara tanpa berbuat apa-apa. Kita selalu ramai berbicara namun sayang tanpa adanya tindak lanjut.
Kapan kita sadar akan segala kekurangan-kekurangan negara ini yang telah kita sendiri ciptakan tanpa sadar? Kita mampu mengkritik namun tidak melihat kekurangan kita sendiri. Kita mengakatan move tapi nyatanya hanya bicara yang kita lakukan. Bukankah kita sebagai warga negara Indonesia terutama sebagai warga pergerakan yang seharusnya mulai merubah segala kekurangan-kekurangan tersebut agar tak dipandang sebelah mata oleh orang-orang diluar sana.

Semoga ini dapat menjadi palajaran untuk kita semua terutama untuk diri saya sendiri, agar kita dapat menjadi warga pergerakan yang seharusnya dan sepantasnya.

**
Nanda Fitria (Anggota Rayon Syari'ah - Semester III Prodi Hukum Keluarga)

Related Posts

0 komentar: