17 Mei 2016

Siapakah Pemenang dalam Organisasi?

Pada dasarnya berorganisasi merupakan sebuah aktivitas yang sudah kita pelajari sejak kecil. Misalkan saja kita bermain kelereng. Dalam permainan itu ada aturan yang harus diikuti. Contoh lain, kita bermain remi ataupun poker, dalam permainan itu juga ada aturan yang disepakati dan diikuti. Dalam permainan tidak hanya ada satu orang, tapi beberapa orang yang semuanya sepakat dengan aturan itu, memainkan permainan dengan fair serta masing-masing pemain saling berkompetisi untuk menjadi juara atau pemenang.

Seperti halnya permainan di atas, maka menjadi sebuah kecelakaan besar jika aktivis mahasiswa masih saja bingung dalam berorganisasi, dalam bermain. Tak tahu apa yang harus dilakukan dan tak tahu mana yang harus diutamakan. Ini sebenarnya bukanlah sebuah persoalan yang besar, hanya perlu sedikit pemahaman untuk dapat menjalankan organisasi dengan baik. Namun akan menjadi persoalan besar dan menjadi kegagalan yang terus terulang apabila masalah ini tidak segera disikapi.

Dalam berorganisasi tak hanya terdiri dari satu orang, namun beberapa orang yang sama-sama bermain untuk satu tujuan, menjadi sang “Pemenang.” Dalam organisasi ada aturan yang disepakati seperti halnya permainan. Kita mengenalnya dengan istilah konstitusi atau AD-ART.

Kesadaran seorang anak dalam bermain kelereng, strategi yang ia gunakan, waktu yang tepat serta kesabaran dalam permainan menjadi modal utama untuk menjadi pemenang. Kesadaran itu pula, harus dimiliki oleh seorang organisatoris. Kesadaran akan strategi yang ia gunakan, waktu yang tepat atau managemant waktu, serta kesabaran dan ketelatenan. Karena target permainan ini adalah menjadi “Pemenang.”

Harus diakui bersama, bahwa kesadaran ini jarang kita miliki sebagai orang-orang yang berorganisasi. Kita seringkali mengabaikan bahkan melanggar aturan yang sudah kita sepakati bersama, sebagaimana aturan dalam permainan itu. Dengan sendirinya, ketika seorang pemain melanggar aturan, dia akan didiskualifikasi. Begitu juga dalam organisasi, orang yang melanggar akan didiskualifikasi oleh siapa? Oleh pemain yang lain, atau oleh Tuhan sebagai juri independen dalam organisasi ini.

Sebuah program kerja yang sangat ideal, akan menjadi program kerja yang kurang jelas arah dan tujuannya, ketika pelaksana program tidak konsisten dalam menjalankannya. Terlebih lagi, jika masing-masing pelaksana program tidak memiliki spirit secara pribadi dan personal untuk mencapai target sebagi “Pemenang.”

Organisasi hanya menjadi sebuah kumpulan orang dengan beban hidup untuk menjalankan program kerja yang tidak jelas itu selama satu periode. Ketika program terealisasi dan selesai masa kepengurusan, selesai sudah tugas dan amanah yang kita emban. Kita kembali menjalankan aktifitas yang sebagimana kita sebelum terjun dalam dunia organisasi. Dalam benak kita tidak sedikitpun terbesit keinginan untuk menjadi seorang pemenang, menjadi seorang petarung yang siap bertarung di gelanggang yang lebih besar dengan berbagai penghargaan yang akan kita miliki.

Andai saja kita sebagai orang-orang yang berorganisasi, masing-masing memiliki spirit menjadi pemenang, tentunya tidak ada lagi kebingungan dan kegelisahan tentang apa yang haruskita lakukan. Kita akan terus fokus demi mendapat sebuah tujuan yakni kemenangan. Sebuah penghargaan, sebuah kebanggaan yang tidak mungkin bisa didapat hanya dengan berdiam diri, selalu menyalahkan orang lain, termasuk menyalahkan diri sendiri.

Untuk menjadi seorang pemenang, seorang organisatoris harus muncul dalam dirinya spirit menjadi seorang “Pemenang.” Sehingga seorang organisatoris dengan sendirinya dia akan selalu berusaha mencapai sebuah kemenangan dengan selalu berusaha mencerdaskan diri, mengelola emosi, menguatkan spiritual, membangun jaringan, dan membangun mindset yang terbuka untuk menjadi orang yang dibanggakan, menjadi manusia yang mampu bertarung di setiap gelanggang kehidupan dalam mencapai visi besar insan ulil albab.

**
Adam Fadli (Ketua Komisariat Priode 2011-2012)

Related Posts

0 komentar: