05 Maret 2016

Ilmu Agama dan Ilmu Umum

Mengutuk tapi melakukan. Itulah sebenarnya kata tepat yang harus dialamatkan kepada kita tentang diksursus ilmu umum dan ilmu agama. Salah satu hadis mengatakan “man araada ad-dunya fa 'alaihi bi al-'ilmi wa man araada al-aakhirata fa 'alaihi bil al-'ilmi wa man araada huma fa 'alaihi bi al-'ilmi”.
Siapa yang menghendaki dunia maka dengan ilmu, siapa yang menghendaki akhirat adalah dengan ilmu, dan siapa yang menghendaki keduanya juga dengan ilmu.


Piasat-nya di kalangan pengatur kurikulum dalam sebuah institusi pendidikan hadist ini dimaknai sebagai penambahan mata pelajaran (sekolah) atau mata kuliah (perguruan tinggi) pada tataran kebijakan.

Pada awal mula perkembangan ilmu pengetahuan hanya ada tiga disiplin dalam pembagian-nya. Pertama teologi (tentang ketuhanan), kedua kosmologi (tentang kealaman), dan yang ketiga antropologi (tentang kemanusiaan). Perkembangan yang selanjutnya memperlihatkan disiplin ilmu pengetahuan yang semakin membludak seiring dengan perkembangan yang tiga disiplin ini.

Ada muncul pertanyaan, apakah semua disiplin yang semakin banyak ini harus semuanya ditanggung dan dilahap habis oleh setiap orang yang masuk ke dalam sebuah institusi pendidikan?!. Tentunya tidak mungkin. Ada sebagian orang yang selalu mengutuk pendikotomian terhadap ilmu umum dan ilmu agama seakan-akan tidak ada masalah dalam pembagian yang mana saja yang ilmu umum, dan yang mana saja yang ilmu agama. Sembari menyuruh, menekankan, dan menganjurkan orang untuk tidak membeda-bedakan antara ilmu agama dan ilmu umum, dengan harus mempelajari kedua-nya, tetapi luput dari perhatian untuk mencari celah hubungan antara disiplin ilmu satu dengan disiplin yang lain.

Yang dibicarakan An sich membedakan ini ilmu agama dan ini ilmu umum, meskipun ada suruhan, penekanan, dan anjuran untuk mempelajari kedua-nya. Apa salah-nya kalau kata-kata ilmu umum dan ilmu agama kita hapus dalam perbendaharaan kata dalam kamus pembahasan kita sekarang.  Tidak berarti kita durhaka pada Imaamunaa Abuu Haamid al-Ghozaalii yang juga dengan rinci menjelaskan tantang ilmu yang sangat dikotomis dalam magnum opus - nya yaitu Ihyaa Uluumiddiin di bab pertama.

Lebih dari itu kita harus memahami konteks beliau dalam menulis kitab ketika itu yang mengharuskan untuk melakukan pendikotomian. Kami berpendapat bahwa bukan hal yang strategis melakukan kampanye ilmu umum dan agama harus dipelajar kedua-nya. Tetapi yang harus dilakukan adalah kampanye ilmu pengetahuan harus dipelajari. Bukan berarti mempelajari semua disiplin dalam ilmu pengetahuan tetapi mana yang sesuai dengan bakat dan minat mari diperdalam dan digeluti. Toh juga ada orang lain yang akan mempelajari disiplin yang lain dan akan ada kesempatan untuk bekerja kolektif antara ahli disiplin ilmu satu dengan ahli disiplin ilmu yang lain. Ini bukan berarti menghalangi seorang ahli disiplin ilmu tertentu untuk mempelajari disiplin yang lain.

Pelajarilah sekedarnya saja atau sekedar kebutuhan personal. Ini karena yang akan menjadi sumbangsih kemanusiaan lewat keilmuan adalah ilmu yang digeluti yang merupakan disiplin yang di-bidangi, bukan disiplin yang hanya iseng-iseng dipelajari. Kita bukan di zaman para Imam Mujtahid Klasik dalam islam yang menuntut mereka berijtihad secara personal saja. Kita hidup di zaman informasi yang menghubungkan informasi di ujung dunia satu dengan diujung dunia yang lainnya.

Mari kita bicarakan disiplin psikologi dan sosiologi, mana celah kerjasama yang harus diambil. Mari kita bicarakan pendidikan dan hukum, mana celah kerjasamanya. Mari kita bicarakan ekonomi, teknologi, teknik, hukum, komunikasi dan yang lainnya, mana celah untuk melakukan kerjasama. Setiap orang selalu membutuhkan semua disiplin ilmu dalam hidup, tapi setiap kebutuhan itu bisa diproleh secara praktis dari orang lain yang menguasai disiplinnya. Yang menjadi pekerjaan kita adalah dalam disiplin mana kita bergelut untuk menyumbang teori suatu keilmuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang lain. Kerja kolektif terbuka sekarang yang menunggu kita untuk bergerak ketimbang hanya memikirkan ilmu umum dan ilmu agama. Adapun tentang moral, etika, adab, karakter dan yang lainnya, yang dibutuhkan sekarang adalah melakukan dan mengkampanyekannya dengan pemodelan dan contoh, bukan melulu hanya transfer of knowledge – nya.

**

Ahmadz Fadzlurrahman. Pengurus Komisariat Priode 2013-2014 (Semester 8, PBA)

Related Posts

0 komentar: