Mengutuk
tapi melakukan. Itulah sebenarnya kata tepat yang harus dialamatkan kepada
kita tentang diksursus ilmu umum dan ilmu agama. Salah satu hadis mengatakan “man
araada ad-dunya fa 'alaihi bi al-'ilmi wa man araada al-aakhirata fa 'alaihi
bil al-'ilmi wa man araada huma fa 'alaihi bi al-'ilmi”.
Siapa yang
menghendaki dunia maka dengan ilmu, siapa yang menghendaki akhirat adalah
dengan ilmu, dan siapa yang menghendaki keduanya juga dengan ilmu.
Piasat-nya
di kalangan pengatur kurikulum dalam sebuah institusi pendidikan hadist ini
dimaknai sebagai penambahan mata pelajaran (sekolah) atau mata kuliah
(perguruan tinggi) pada tataran kebijakan.
Pada awal
mula perkembangan ilmu pengetahuan hanya ada tiga disiplin dalam pembagian-nya.
Pertama teologi (tentang ketuhanan), kedua kosmologi
(tentang kealaman), dan yang ketiga antropologi (tentang
kemanusiaan). Perkembangan yang selanjutnya memperlihatkan disiplin ilmu
pengetahuan yang semakin membludak seiring dengan perkembangan yang tiga
disiplin ini.
Ada muncul
pertanyaan, apakah semua disiplin yang semakin banyak ini harus semuanya
ditanggung dan dilahap habis oleh setiap orang yang masuk ke dalam sebuah
institusi pendidikan?!. Tentunya tidak mungkin. Ada sebagian orang yang selalu
mengutuk pendikotomian terhadap ilmu umum dan ilmu agama seakan-akan tidak ada
masalah dalam pembagian yang mana saja yang ilmu umum, dan yang mana saja yang
ilmu agama. Sembari menyuruh, menekankan, dan menganjurkan orang untuk tidak
membeda-bedakan antara ilmu agama dan ilmu umum, dengan harus mempelajari
kedua-nya, tetapi luput dari perhatian untuk mencari celah hubungan antara
disiplin ilmu satu dengan disiplin yang lain.
Yang
dibicarakan An sich membedakan ini ilmu agama dan ini ilmu umum,
meskipun ada suruhan, penekanan, dan anjuran untuk mempelajari kedua-nya. Apa
salah-nya kalau kata-kata ilmu umum dan ilmu agama kita hapus dalam
perbendaharaan kata dalam kamus pembahasan kita sekarang. Tidak
berarti kita durhaka pada Imaamunaa Abuu Haamid al-Ghozaalii yang juga dengan
rinci menjelaskan tantang ilmu yang sangat dikotomis dalam magnum opus - nya
yaitu Ihyaa Uluumiddiin di bab pertama.
Lebih dari
itu kita harus memahami konteks beliau dalam menulis kitab ketika itu yang
mengharuskan untuk melakukan pendikotomian. Kami berpendapat bahwa bukan hal
yang strategis melakukan kampanye ilmu umum dan agama harus dipelajar
kedua-nya. Tetapi yang harus dilakukan adalah kampanye ilmu pengetahuan harus dipelajari.
Bukan berarti mempelajari semua disiplin dalam ilmu pengetahuan tetapi mana
yang sesuai dengan bakat dan minat mari diperdalam dan digeluti. Toh juga ada
orang lain yang akan mempelajari disiplin yang lain dan akan ada kesempatan
untuk bekerja kolektif antara ahli disiplin ilmu satu dengan ahli disiplin ilmu
yang lain. Ini bukan berarti menghalangi seorang ahli disiplin ilmu tertentu
untuk mempelajari disiplin yang lain.
Pelajarilah
sekedarnya saja atau sekedar kebutuhan personal. Ini karena yang akan menjadi
sumbangsih kemanusiaan lewat keilmuan adalah ilmu yang digeluti yang merupakan
disiplin yang di-bidangi, bukan disiplin yang hanya iseng-iseng dipelajari. Kita
bukan di zaman para Imam Mujtahid Klasik dalam islam yang menuntut mereka
berijtihad secara personal saja. Kita hidup di zaman informasi yang
menghubungkan informasi di ujung dunia satu dengan diujung dunia yang lainnya.
Mari kita
bicarakan disiplin psikologi dan sosiologi, mana celah kerjasama yang harus
diambil. Mari kita bicarakan pendidikan dan hukum, mana celah kerjasamanya.
Mari kita bicarakan ekonomi, teknologi, teknik, hukum, komunikasi dan yang
lainnya, mana celah untuk melakukan kerjasama. Setiap orang selalu membutuhkan
semua disiplin ilmu dalam hidup, tapi setiap kebutuhan itu bisa diproleh secara
praktis dari orang lain yang menguasai disiplinnya. Yang menjadi pekerjaan kita
adalah dalam disiplin mana kita bergelut untuk menyumbang teori suatu keilmuan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang lain. Kerja kolektif terbuka sekarang
yang menunggu kita untuk bergerak ketimbang hanya memikirkan ilmu umum dan ilmu
agama. Adapun tentang moral, etika, adab, karakter dan yang lainnya, yang
dibutuhkan sekarang adalah melakukan dan mengkampanyekannya dengan pemodelan
dan contoh, bukan melulu hanya transfer of knowledge – nya.
**
Ahmadz
Fadzlurrahman. Pengurus Komisariat Priode 2013-2014 (Semester 8, PBA)
0 komentar: