“pemimpin itu
laki-laki, perempuan itu di belakang sajalah,..”(HAH???)”
Apa sih
patriakhi itu??
Patriakhi
adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki
sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial.(wikipedia).
Patriakhi adalah seperangkat sistem yang melihat semua sisi dari sudut pandang
laki-laki. Standar semua persoalan adalah sudut pandang laki-laki sehingga
menimbulkan sebuah konstruksi yang timpang antara laki-laki dan perempuan.
Konstruksi yang dimaksud adalah adanya kelas sosial, yang diatas- dibawah,
superior-inferior, mayoritas-minoritas, laki-laki di wilayah publik dan
perempuan di wilayah domistik. Proses ini berlangsung terus menerus sehingga
adanya dianggap sebagai sebuah kebenaran yang diterima masyarakat dan harus
dijalankan sehingga sampai pada suatu istilah yakni budaya.
Laki-laki melihat
semua hal menurut perspektifnya, dan perempuan melihat sebuah persoalan menurut
perspektif laki-laki. Yah this is patriakhi, as you know!!!
Budaya
Patriarkhi memandang perempuan dalam 4 hal:
1.
Perempuan itu milik, budaya patriarki menganggap wanita ialah
sesuatu yang dimiliki. Yaitu milik laki-laki seutuhnya.
2.
Perempuan itu sebagai pelayan, budaya patriarki menganggap
perempuan sebagai pelayan, yang harus bisa, mampu dan mau melayani laki-laki
3.
Perempuan sebagai asisten, perempuan dalam budaya patriarki
juga dianggap sebagai asisten, yang dapat disuruh-suruh dengan dalih ‘sudah
tugas mereka.
4.
Perempuan sebagai mainan, budaya patriarki juga menganggap
wanita sebagai sesuatu yang dapat dimainkan. Yah hanya sebagai mainan yang jika
rusak dapat diganti dengan mainan lain yang lebih bagus.
Pada
pelaksanaannya budaya patriakhi ini mengkondisikan pada 2 hal, yang merasa diuntungkan
dan dirugikan. Pertama, mereka diuntungkan karena kekuasaan dan
fasilitas yang mereka miliki “meskipun hanya merasa diuntungkan” atas sistem
itu, kedua mereka yang dirugikan karena tidak punya kekuasaan atau punya
kekuasaan tapi lemah dan tidak setuju atas berlakunya sistem tersebut. Patriarkhi
memberikan keuntungan kepada laki-laki (atau individu maskulin) misal dalam
organisasi, hanya mahasiswa (laki-laki) yang berhak andil dalam pencalonan
ketua BEMU/BEMF/organisasi ekstra kampus, organisasi mendesain sedemikian rupa
agar mahasiswa (laki-laki) menjadi leader tersebut dengan atau tanpa kualitas
yang memadai. Dalam sistem patriakhi laki-laki lah yang menjadi jenis kelamin
superior dan tentu saja masuk dalam kategori pihak pertama “yang diuntungkan”.
Sedangkan bagi perempuan “merasa diuntungkan” yang didapatkan adalah perasaan
nyaman karena kebutuhannya selalu terpenuhi, seperti kebutuhan rasa aman,
kebutuhan perhatian, sehingga merasa tidak perlu mengikuti kompetisi di
berbagai hal dalam hidup.
Sedangkan kerugian
dari budaya patriarki, laki-laki juga merasa dirugikan karena dianggap jenis
kelamin maskulin maka laki-laki harus menjadi leader, bahkan ketika dia tidak
memiliki kesiapan apapun untuk menjadi seorang leader dia tetap harus menjadi
leader, leader adalah laki-laki!! (harga mati)!!!!. laki-laki yang tidak bisa mengekspresikan
gendernya menjadi maskulin akan mendapat soroton dari masyarkat yang
mengatakan banci, bencong, cemen dll, bahkan laki-laki yang memiliki sifat
feminim sangat rentan menjadi korban kekerasan dan diskriminasi karena
patriarki mengharuskan laki-laki yang maskulin dan kuat. Kerugian patriarki
buat perempuan juga tidak kalah banyaknya, perempuan harus puas di posisi kedua
dalam kondisi apapun, seolah tidak ada pilihan baginya untuk menjadi nomor
satu. Perempuan yang tidak bisa menunjukkan sifat feminim juga akan mendapat
sorotan dari lingkungannya dengan mengatakan perempuan tomboi, cantik itu jika
feminin, cantik itu jika berdandan. Sekali lagi ini adalah patriakhi!!!! (Naomi
Wolf : Mitos Kecantikan)
Bagaimana
menyikapinya?
Memperbaiki
kondisi patriakhi tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh waktu dan
proses yang sangat panjang karena kondisi ini sudah membudaya. tapi setidaknya
saya coba memberikan beberapa tips untuk menyikapinya:
1.
Self management (manajemen diri)
Manajemen
diri adalah adanya konsistensi dan keselarasan antara pikiran, ucapan dan
perbuatan kita, tujuan yang ingin dicapai adalah perbaikan kualitas diri baik
aspek IQ, EQ dan SQ dengan menyusun visi dan misi sebagai mahasiswa. key words
nya adalah : “Mau jadi apa aku??”
2.
Self empowerment (pemberdayaan diri)
Berdaya
jika bisa melalui 4 hal (mengakses informasi, berpartisipasi atas informasi
tersebut, mengontrol dan memberi manfaat). Contoh : mahasiswi perempuan
mengakses informasi mengenai perkembangan organisasi, diskusi kemudian
berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut, mampu mengontrol dan memberi
manfaat kepada sekitarnya.
3.
Bargaining position (daya tawar)
Membangun
kompetensi diri dan mempunyai daya tawar yang strategis atas posisi dan
kedudukan sebagai perempuan dan laki-laki secara intelektual. Contoh : kalau
ada yang bilang bahwa laki-laki itu kompetitif, perempuan juga kompetitif
lho,.perempuan dan laki-laki harus pintar.
4.
Komunikasi asertif
Komunikasi asertif adalah komunikasi 2 arah
dari laki-laki dan perempuan, memberi kesadaran dan pemahaman bahwa keduanya
adalah mitra dan patner yang sejajar.
Eh kamu
laki-laki,..yang selalu jadi pemimpin, aku perempuan juga bisa lho,..tidak
hanya cukup di second area, masak di BEMU/BEMF harus laki-laki dan aku cukup di
HMJ yang didominasi perempuan?? Aku perempuan juga pinter dan kompetitif kok,..
Di organisasi
kita nih selalu diajari gender tapi praktiknya sahabat laki-laki tetap saja
mendominasi keadaan, dan sahabati perempuan tetap saja anteng dengan
kondisinya”
Saya tidak
tahu, apa kondisinya masih seperti itu???semoga saja tidak,..hehehehe
Al Afwu,..
**
Siti Rofi'ah (Alumnus 2009 - Dosen UNHASY)
0 komentar: