20 November 2015

NO Patriakhi !!!


“pemimpin itu laki-laki, perempuan itu di belakang sajalah,..”(HAH???)”

Apa sih patriakhi itu??

Patriakhi adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial.(wikipedia). Patriakhi adalah seperangkat sistem yang melihat semua sisi dari sudut pandang laki-laki. Standar semua persoalan adalah sudut pandang laki-laki sehingga menimbulkan sebuah konstruksi yang timpang antara laki-laki dan perempuan. 

Konstruksi yang dimaksud adalah adanya kelas sosial, yang diatas- dibawah, superior-inferior, mayoritas-minoritas, laki-laki di wilayah publik dan perempuan di wilayah domistik. Proses ini berlangsung terus menerus sehingga adanya dianggap sebagai sebuah kebenaran yang diterima masyarakat dan harus dijalankan sehingga sampai pada suatu istilah yakni budaya. 

Laki-laki melihat semua hal menurut perspektifnya, dan perempuan melihat sebuah persoalan menurut perspektif laki-laki. Yah this is patriakhi, as you know!!!

Budaya Patriarkhi memandang perempuan dalam 4 hal:

1.      Perempuan itu milik, budaya patriarki menganggap wanita ialah sesuatu yang dimiliki. Yaitu milik laki-laki seutuhnya.
2.      Perempuan itu sebagai pelayan, budaya patriarki menganggap perempuan sebagai pelayan, yang harus bisa, mampu dan mau melayani laki-laki
3.      Perempuan sebagai asisten, perempuan dalam budaya patriarki juga dianggap sebagai asisten, yang dapat disuruh-suruh dengan dalih ‘sudah tugas mereka.
4.      Perempuan sebagai mainan, budaya patriarki juga menganggap wanita sebagai sesuatu yang dapat dimainkan. Yah hanya sebagai mainan yang jika rusak dapat diganti dengan mainan lain yang lebih bagus.

Pada pelaksanaannya budaya patriakhi ini mengkondisikan pada 2 hal, yang merasa diuntungkan dan dirugikan. Pertama, mereka diuntungkan karena kekuasaan dan fasilitas yang mereka miliki “meskipun hanya merasa diuntungkan” atas sistem itu, kedua mereka yang dirugikan karena tidak punya kekuasaan atau punya kekuasaan tapi lemah dan tidak setuju atas berlakunya sistem tersebut. Patriarkhi memberikan keuntungan kepada laki-laki (atau individu maskulin) misal dalam organisasi, hanya mahasiswa (laki-laki) yang berhak andil dalam pencalonan ketua BEMU/BEMF/organisasi ekstra kampus, organisasi mendesain sedemikian rupa agar mahasiswa (laki-laki) menjadi leader tersebut dengan atau tanpa kualitas yang memadai. Dalam sistem patriakhi laki-laki lah yang menjadi jenis kelamin superior dan tentu saja masuk dalam kategori pihak pertama “yang diuntungkan”. Sedangkan bagi perempuan “merasa diuntungkan” yang didapatkan adalah perasaan nyaman karena kebutuhannya selalu terpenuhi, seperti kebutuhan rasa aman, kebutuhan perhatian, sehingga merasa tidak perlu mengikuti kompetisi di berbagai hal dalam hidup.
 
Sedangkan kerugian dari budaya patriarki, laki-laki juga merasa dirugikan karena dianggap jenis kelamin maskulin maka laki-laki harus menjadi leader, bahkan ketika dia tidak memiliki kesiapan apapun untuk menjadi seorang leader dia tetap harus menjadi leader, leader adalah laki-laki!! (harga mati)!!!!.  laki-laki yang tidak bisa mengekspresikan gendernya menjadi maskulin akan mendapat soroton dari masyarkat yang mengatakan banci, bencong, cemen dll, bahkan laki-laki yang memiliki sifat feminim sangat rentan menjadi korban kekerasan dan diskriminasi karena patriarki mengharuskan laki-laki yang maskulin dan kuat. Kerugian patriarki buat perempuan juga tidak kalah banyaknya, perempuan harus puas di posisi kedua dalam kondisi apapun, seolah tidak ada pilihan baginya untuk menjadi nomor satu. Perempuan yang tidak bisa menunjukkan sifat feminim juga akan mendapat sorotan dari lingkungannya dengan mengatakan perempuan tomboi, cantik itu jika feminin, cantik itu jika berdandan. Sekali lagi ini adalah patriakhi!!!! (Naomi Wolf : Mitos Kecantikan)


Bagaimana menyikapinya?

Memperbaiki kondisi patriakhi tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh waktu dan proses yang sangat panjang karena kondisi ini sudah membudaya. tapi setidaknya saya coba memberikan beberapa tips untuk menyikapinya:

1.      Self management (manajemen diri)
Manajemen diri adalah adanya konsistensi dan keselarasan antara pikiran, ucapan dan perbuatan kita, tujuan yang ingin dicapai adalah perbaikan kualitas diri baik aspek IQ, EQ dan SQ dengan menyusun visi dan misi sebagai mahasiswa. key words nya adalah : “Mau jadi apa aku??”
2.      Self empowerment (pemberdayaan diri)
Berdaya jika bisa melalui 4 hal (mengakses informasi, berpartisipasi atas informasi tersebut, mengontrol dan memberi manfaat). Contoh : mahasiswi perempuan mengakses informasi mengenai perkembangan organisasi, diskusi kemudian berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut, mampu mengontrol dan memberi manfaat kepada sekitarnya.
3.      Bargaining position (daya tawar)
Membangun kompetensi diri dan mempunyai daya tawar yang strategis atas posisi dan kedudukan sebagai perempuan dan laki-laki secara intelektual. Contoh : kalau ada yang bilang bahwa laki-laki itu kompetitif, perempuan juga kompetitif lho,.perempuan dan laki-laki harus pintar.
4.      Komunikasi asertif
Komunikasi asertif adalah komunikasi 2 arah dari laki-laki dan perempuan, memberi kesadaran dan pemahaman bahwa keduanya adalah mitra dan patner yang sejajar.

Eh kamu laki-laki,..yang selalu jadi pemimpin, aku perempuan juga bisa lho,..tidak hanya cukup di second area, masak di BEMU/BEMF harus laki-laki dan aku cukup di HMJ yang didominasi perempuan?? Aku perempuan juga pinter dan kompetitif kok,..

Di organisasi kita nih selalu diajari gender tapi praktiknya sahabat laki-laki tetap saja mendominasi keadaan, dan sahabati perempuan tetap saja anteng dengan kondisinya”

Saya tidak tahu, apa kondisinya masih seperti itu???semoga saja tidak,..hehehehe
Al Afwu,..

**
Siti Rofi'ah (Alumnus 2009 - Dosen UNHASY)

Related Posts

0 komentar: