23 November 2015

Membincang PMII: Peran dan Kontribusi Kader Muda Nahdliyin

“... Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS.al-Baqarah:30)

A.    Persoalan Masa Kini

Dalam pusaran arus modernisasi dan global yang hingga kini  terus berjalan dan makin kencang, tentu kita semua berharap bahwa perkembangan  teknologi yang makin pesat ini dapat membawa maslahat untuk umat manusia seluruhnya. Karena tidak bisa kita pungkiri bahwa akhir-akhir ini diantara banyak kasus kejahatan salah satunya akibat dari penyalah-gunaan teknologi. Mengapa ini terjadi? Karena dengan kemajuan teknologi yang canggih kehidupan menjadi satu yaitu masyarakat Dunia. Dimana semua budaya dan tradisi dari semua negara masuk berbaur-saling berbenturan. maka yang terjadi negara yang kuat akan mendominasi negara kecil lainnya dengan budaya baru yang biasa disebut Westernisasi.

Westernisasi  adalah suatu paham yang identik dengan budaya negatif- kebaratan. Inilah yang kemudian membuat kita kaum muda Indonesia terutama, seakan krisis jatidiri bangsa. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman  masyarakat Indonesia akan budaya dan tradisi asli Negeri ini. Orang akan lebih bangga dan prestise ketika dia mampu memakai komoditas import dan melakoni budaya western misalnya, dan ini nyata terjadi hampir menjangkiti seluruh masyarakat kita. Sebab sudah akutnya “penyakit” western ini, banyak dari kita yang tidak paham akan karakteristik dan jatidirinya masing-masing. Berarti dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa krisis jatidiri bangsa ini merupakan “penyakit” yang bersama-sama minimal dari diri kita sendiri harus bisa membentenginya dengan menjadi pribadi yang berkarakter.

Selain persoalan ancaman westernisasi, krisis jatidiri, juga ada satu lagi persoalan yang harus kita hadapi sebagai suatu keniscayaan yakni krisis keberagamaan Islam. Bagi kebanyakan Muslim yang awam mungkin kurang begitu menangkap adanya persoalan tersebut. Karena sebenarnya keberagamaan dalam Islam sudah disampaikan oleh Rasulallah SAW tentang pecahnya Islam menjadi 73 golongan, dan hanya 1 yang selamat yakni Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Sunan Tirmidzi.2565). Faktanya hingga kini banyak sekali aliran-aliran keagamaan Islam yang berbeda pandangan dan amaliyahnya satu sama lain. Bagaimana dengan paham Ahlus sunnah wal jama’ah yang menjadi golongan selamat? Ya, hampir semua golongan aliran tersebut mengklaim bahwa golongannya yang paling shahih sebagai aswaja. Jika semua golongan berlomba-lomba tampil mencari simpati umat bahwa golongannya yang paling shahih tidak mengapa, sebab perbedaan sudah sunnatullah adanya. Namun yang tidak diperkenankan adalah ketika ada suatu golongan yang menyalahkan bahkan meng-kafirkan golongan lain, dan hanya golongannya sendirilah yang benar. Senjata yang paling terkenal dan sering kita dengar adalah ucapan istilah “Bid’ah”. Ketika ada suatu amaliyah yang “menurut mereka” tidak tertulis dalam al-Qur’an dan Hadits, maka akan dengan cepat menuduh dengan tuduhan Ahlul Bid’ah. Padahal menurut Imam Abu Izzuddin, “Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) pada masa Rasulillah SAW” (Qawaid al-Ahkam fi Mashlahil al-Anam, Juz-II, hal.172). berarti berdasarkan pengertian diatas, cakupan Bid’ah sangat luas tidak hanya melulu pada Bid’ah dholalah (sesat).

Oleh karenanya Imam Syafi’i RA menjelaskan kembali perihal Bid’ah tersebut, “Sesuatu yang diada-adakan itu ada dua macam. Pertama, sesuatu yang baru itu menyalahi al-Qur’an, as-Sunnah, Atsar Shohabi atau Ijma’ Ulama ini disebut Bid’ah dhalal (sesat). Dan yang Kedua, jika sesuatu yang baru tersebut termasuk kebajikan yang tidak menyalahi dari sumber hukum Islam. Maka perbuatan tersebut tergolong perbuatan baru yang baik, Bid’ah Hasanah (baik)” (Fathul Bari’,Juz XVII,hal 10). Jadi dari beberapa uraian diatas, sebenarnya itulah beberapa point pokok masalah yang harus direspon oleh kader muda Nahdhiyyin terutama PMII sebagai garda depan dan regenerasi dari Nahdhtul Ulama’mainstream  Islam Indonesia.

B.     Indonesia terancam?

Apa yang terjadi pada saat ini tentang persoalan krisis jatidiri bangsa yang berujung pangkal pada kemerosotan moral masyarakat bangsa ini, akan mengancam keberadaan negara jika tidak mulai sekarang dihentikan. Bisa dibayangkan bila saat ini saja tidak banyak orang yang tahu akan budaya asli Nusantara, maka lambat laun karakter asli masyarakat Indonesia yang sopan, santun, ramah, jujur, memayu hayuning bawana, ing ngarso sung tuladha, tut wuri handayani, akan hilang ditelan zaman. Zaman yang baru akan melahirkan masyarakat Indonesia yang serakah, sombong, pembohong, raja tega, acuh, individualistik dan kepalsuan lainnya akan menggantikan saatnya kelak yang akan datang.

Moral dan budi pekerti luhur yang selama ini menjadi kebanggaan kita juga makin lemah keberadaannya. Padahal yang menjadi keunggulan sekaligus iri hati bagi negara lain terhadap Indonesia adalah karena moral dan budi pekerti tersebut ada pada diri orang Indonesia. Sehingga tidak sedikit pula para touritsi manca  yang justru betah tinggal di Indonesia setelah mengetahui budaya aslinya. Seharusnya ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi kita sebagai orang Pribumi Indonesia. Jika memang moral dan budi pekerti masyarakat mulai luntur, hal ini disebabkan juga karena tidak adanya teladan dari pemimpin kita yang seharusnya bisa dijadikan contoh dan mengayomi rakyat, tapi justru sebagian mereka tidak peduli dengan itu.
    
Belum lagi gairah keberagamaan kita yang sedang di uji oleh banyaknya aksi redikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan Agama Islam. Hal ini juga merupakan buntut dari ikhtilafa firqothan yang ber-paham sempit dan keras dalam beragama. Padahal Islam yang kita kenal adalah Rahmatan Lil Alamin ramah terhadap siapapun. Kita harus bisa menilai apakah Islam bisa membenarkan tindakan mereka yang Anarkis ini? Tentu tidak, karena  sekalipun dalam Islam terdapat ajaran Jihad itupun berbeda konteks kondisinya dengan yang sekarang terjadi. Maka jika Islam memang harus pecah menjadi banyak golongan, alangkah baiknya jika perbedaan tersebut saling melengkapi, bukan saling menjatuhkan, dan bersama dalam membangun Mabadi’Khaira Ummah.

C.    Kalo Udah Gitu, PMII Mau Ngapain?

Beberapa poin diatas yang penulis uraikan, sebenarnya sebagai bentuk keprihatinan penulis yang sempat berproses di PMII melihat permasalah bangsa ini yang sudah semestinya kita ikut ambil bagian dalam membendungnya. PMII itu organisasi tingkat mahasiswa juga OKP yang memang keberadaannya dipersiapkan dengan matang oleh para fungsionaris Nahdhatul Ulama (NU), sebagai organisasi pengkaderan yang siap melanjutkan regenerasi NU di masa mendatang. Jadi sederhananya, PMII itu besar banget wilayahnya lho!!! Apa ngga bangga tuh,,, tergabung di organisasi yang ada di hampir setiap kampus di Indonesia. Tinggal bagaimana sekarang kita mengisi kebanggaan tersebut dengan kontribusi yang optimal pula. Kontribusi optimal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan usaha-usaha dan prestasi lainnya yang dapat mengharumkan nama baik PMII.

Mengingat dalam perjalannya PMII pernah beberapa kali terlibat aktif dalam arah kebijakan sosial-politik Indonesia. Baik melalui negosiasi jalur birokrasi yang dilakukan oleh para senior yang duduk di birokrasi maupun melalui jalur extra-parlementer oleh kader yang masih aktif berproses dilembaga sosial kemasyarakatan di daerahnya masing-masing. Maka langkah yang bisa dilakukan sebagai bentuk kontributif kader PMII, dalam kapasitasnya sebagai pemuda terpelajar (baca:mahasiswa); misalnya dapat dengan himbauan agar setiap kader PMII harus bisa menjadi “bintang kelas” dengan segudang prestasi yang diraihnya atau menjadi wisudawan terbaik cumlaude (kalau bahasa wisudawan tahun ini; Dengan Pujian) di perguruan tinggi setempat. Bagi kader yang gemar ber-organisasi dapat berkontribusi dengan aktif di kepengurusan HMJ/HMP maupun BEM. Sopan dan santun baik kepada teman sejawat, dosen, orang tua, stake holder  maupun orang lain yang baru kenal. Apapun itu yang penting baik dan dapat mengangkat citra baik organisasi lakukan saja!

Bagi kader yang hendak lulus kuliah, seyogyanya segera menentukan langkah mau menjadi apa setelah 5 tahun atau 10 tahun kedepan, harus dimulai dari saat itu agar tidak mengalami kebingungan gerakan. Meminjam istilah Nusron Wahid yang mantan Ketum PB PMII ini mengatakan, bahwa sudah saatnya kader PMII mengekspansi ke segala bidang pembangunan sesuai dengan keahlian masing-masing, tentunya dengan semangat pergerakan yang telah dipelajari selama ini. 

Misalnya, lanjut Nusron menawarkan beberapa bidang kompetensi kader diantaranya menjadi; intelektual organik, agamawan liberatif, profesional populistik, pendidik humanis, politisi polpulistik dsb. Pendek kata, menjadi apapun kalian jangan lepaskan jiwa kalian dari nilai dasar pergerakan PMII.  Mayoritas kader PMII masih berkutat pada bidang pendidikan, politik dan kepesantrenan, karena diakui bahwa PMII menguasai mayoritas kampus agama-minoritas kampus sains-tech. Sedangakan pos pembangunan yang lain seperti teknologi dan riset, keuangan perbankan, kehutanan, perpajakan dan pos strategis lainnya masih dikuasai oleh kader non-PMII. Kegelisahan inilah yang harus kita pikirkan bersama sebagai entitias PMII membangun wajah pembangunan Indonesia yang lebih baik.

Selain kontribusi yang dilakukan sebagai mahasiswa didalam kampus, hendaknya kita juga ikut andil dalam membangun citra Islam damai-bebas anarkis, dan pribadi yang berkarakter dalam rangka membangun jatidiri bangsa yang bermoral dan berbudi pekerti luhur. Sesuai kapasitas dan levelnya masing-masing, jika kebetulan saat ini kita aktif di level rayon dan komisariat, diantaranya dapat mengadakan aktifitas kajian keilmuan dan amaliyah keagamaan an-Nahdhiyyah. Mari bersama-sama kita ciptakan perubahan yang berkarakter untuk kemantaban jatidiri bangsa Indonesia dan citra diri Islam Ahlus sunnah wal jama’ah....

....... hayatun al fata, bi al-ilmi wa al-tuqo/hidupnya pemuda dengan ilmu dan taqwa (Imam Syafi’i RA)


**
Irhamni Sabil (Ketua Komisariat HA 2010-2011)

Related Posts

0 komentar: