“... Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(QS.al-Baqarah:30)
A. Persoalan Masa Kini
Dalam pusaran arus modernisasi dan
global yang hingga kini terus berjalan
dan makin kencang, tentu kita semua berharap bahwa perkembangan teknologi yang makin pesat ini dapat membawa
maslahat untuk umat manusia seluruhnya. Karena tidak bisa kita pungkiri bahwa
akhir-akhir ini diantara banyak kasus kejahatan salah satunya akibat dari
penyalah-gunaan teknologi. Mengapa ini terjadi? Karena dengan kemajuan
teknologi yang canggih kehidupan menjadi satu yaitu masyarakat Dunia. Dimana
semua budaya dan tradisi dari semua negara masuk berbaur-saling berbenturan.
maka yang terjadi negara yang kuat akan mendominasi negara kecil lainnya dengan
budaya baru yang biasa disebut Westernisasi.
Westernisasi adalah suatu paham yang identik dengan budaya
negatif- kebaratan. Inilah yang kemudian membuat kita kaum muda Indonesia
terutama, seakan krisis jatidiri bangsa. Hal tersebut terjadi karena kurangnya
pemahaman masyarakat Indonesia akan
budaya dan tradisi asli Negeri ini. Orang akan lebih bangga dan prestise ketika
dia mampu memakai komoditas import dan melakoni budaya western misalnya,
dan ini nyata terjadi hampir menjangkiti seluruh masyarakat kita. Sebab sudah
akutnya “penyakit” western ini, banyak dari kita yang tidak paham akan
karakteristik dan jatidirinya masing-masing. Berarti dari sini dapat diambil
kesimpulan bahwa krisis jatidiri bangsa ini merupakan “penyakit” yang
bersama-sama minimal dari diri kita sendiri harus bisa membentenginya dengan menjadi
pribadi yang berkarakter.
Selain persoalan ancaman westernisasi,
krisis jatidiri, juga ada satu lagi persoalan yang harus kita hadapi
sebagai suatu keniscayaan yakni krisis keberagamaan Islam. Bagi kebanyakan
Muslim yang awam mungkin kurang begitu menangkap adanya persoalan tersebut.
Karena sebenarnya keberagamaan dalam Islam sudah disampaikan oleh Rasulallah
SAW tentang pecahnya Islam menjadi 73 golongan, dan hanya 1 yang selamat yakni Ahlus
Sunnah wal Jama’ah (Sunan Tirmidzi.2565). Faktanya hingga kini
banyak sekali aliran-aliran keagamaan Islam yang berbeda pandangan dan
amaliyahnya satu sama lain. Bagaimana dengan paham Ahlus sunnah wal jama’ah
yang menjadi golongan selamat? Ya, hampir semua golongan aliran tersebut
mengklaim bahwa golongannya yang paling shahih sebagai aswaja. Jika semua
golongan berlomba-lomba tampil mencari simpati umat bahwa golongannya yang
paling shahih tidak mengapa, sebab perbedaan sudah sunnatullah adanya.
Namun yang tidak diperkenankan adalah ketika ada suatu golongan yang menyalahkan
bahkan meng-kafirkan golongan lain, dan hanya golongannya sendirilah yang
benar. Senjata yang paling terkenal dan sering kita dengar adalah ucapan
istilah “Bid’ah”. Ketika ada suatu amaliyah yang “menurut mereka” tidak
tertulis dalam al-Qur’an dan Hadits, maka akan dengan cepat menuduh dengan
tuduhan Ahlul Bid’ah. Padahal menurut Imam Abu Izzuddin, “Bid’ah
adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) pada masa
Rasulillah SAW” (Qawaid al-Ahkam fi Mashlahil al-Anam, Juz-II,
hal.172). berarti berdasarkan pengertian diatas, cakupan Bid’ah sangat
luas tidak hanya melulu pada Bid’ah dholalah (sesat).
Oleh karenanya Imam Syafi’i RA
menjelaskan kembali perihal Bid’ah tersebut, “Sesuatu yang diada-adakan itu ada
dua macam. Pertama, sesuatu yang baru itu menyalahi al-Qur’an, as-Sunnah,
Atsar Shohabi atau Ijma’ Ulama ini disebut Bid’ah dhalal (sesat). Dan
yang Kedua, jika sesuatu yang baru tersebut termasuk kebajikan yang
tidak menyalahi dari sumber hukum Islam. Maka perbuatan tersebut tergolong
perbuatan baru yang baik, Bid’ah Hasanah (baik)” (Fathul Bari’,Juz
XVII,hal 10). Jadi dari beberapa uraian diatas, sebenarnya itulah
beberapa point pokok masalah yang harus direspon oleh kader muda Nahdhiyyin terutama
PMII sebagai garda depan dan regenerasi dari Nahdhtul Ulama’mainstream Islam Indonesia.
B.
Indonesia
terancam?
Apa yang terjadi pada saat ini tentang
persoalan krisis jatidiri bangsa yang berujung pangkal pada kemerosotan moral
masyarakat bangsa ini, akan mengancam keberadaan negara jika tidak mulai
sekarang dihentikan. Bisa dibayangkan bila saat ini saja tidak banyak orang
yang tahu akan budaya asli Nusantara, maka lambat laun karakter asli masyarakat
Indonesia yang sopan, santun, ramah, jujur, memayu hayuning bawana, ing
ngarso sung tuladha, tut wuri handayani, akan hilang ditelan zaman. Zaman
yang baru akan melahirkan masyarakat Indonesia yang serakah, sombong,
pembohong, raja tega, acuh, individualistik dan kepalsuan lainnya akan
menggantikan saatnya kelak yang akan datang.
Moral dan budi pekerti luhur yang selama
ini menjadi kebanggaan kita juga makin lemah keberadaannya. Padahal yang
menjadi keunggulan sekaligus iri hati bagi negara lain terhadap Indonesia
adalah karena moral dan budi pekerti tersebut ada pada diri orang Indonesia.
Sehingga tidak sedikit pula para touritsi manca yang justru betah tinggal di Indonesia setelah
mengetahui budaya aslinya. Seharusnya ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi kita
sebagai orang Pribumi Indonesia. Jika memang moral dan budi pekerti masyarakat
mulai luntur, hal ini disebabkan juga karena tidak adanya teladan dari pemimpin
kita yang seharusnya bisa dijadikan contoh dan mengayomi rakyat, tapi justru
sebagian mereka tidak peduli dengan itu.
Belum lagi gairah keberagamaan kita yang
sedang di uji oleh banyaknya aksi redikalisme dan terorisme yang
mengatasnamakan Agama Islam. Hal ini juga merupakan buntut dari ikhtilafa
firqothan yang ber-paham sempit dan keras dalam beragama. Padahal Islam
yang kita kenal adalah Rahmatan Lil Alamin ramah terhadap siapapun. Kita
harus bisa menilai apakah Islam bisa membenarkan tindakan mereka yang Anarkis
ini? Tentu tidak, karena sekalipun dalam
Islam terdapat ajaran Jihad itupun berbeda konteks kondisinya dengan yang
sekarang terjadi. Maka jika Islam memang harus pecah menjadi banyak golongan,
alangkah baiknya jika perbedaan tersebut saling melengkapi, bukan saling
menjatuhkan, dan bersama dalam membangun Mabadi’Khaira Ummah.
C.
Kalo Udah Gitu, PMII
Mau Ngapain?
Beberapa poin diatas yang penulis
uraikan, sebenarnya sebagai bentuk keprihatinan penulis yang sempat berproses
di PMII melihat permasalah bangsa ini yang sudah semestinya kita ikut ambil
bagian dalam membendungnya. PMII itu organisasi tingkat mahasiswa juga OKP yang
memang keberadaannya dipersiapkan dengan matang oleh para fungsionaris
Nahdhatul Ulama (NU), sebagai organisasi pengkaderan yang siap melanjutkan
regenerasi NU di masa mendatang. Jadi sederhananya, PMII itu besar banget
wilayahnya lho!!! Apa ngga bangga tuh,,, tergabung di organisasi yang
ada di hampir setiap kampus di Indonesia. Tinggal bagaimana sekarang kita
mengisi kebanggaan tersebut dengan kontribusi yang optimal pula. Kontribusi
optimal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan usaha-usaha dan prestasi
lainnya yang dapat mengharumkan nama baik PMII.
Mengingat dalam perjalannya PMII pernah
beberapa kali terlibat aktif dalam arah kebijakan sosial-politik Indonesia. Baik
melalui negosiasi jalur birokrasi yang dilakukan oleh para senior yang duduk di
birokrasi maupun melalui jalur extra-parlementer oleh kader yang masih aktif
berproses dilembaga sosial kemasyarakatan di daerahnya masing-masing. Maka langkah yang bisa dilakukan sebagai bentuk kontributif kader PMII,
dalam kapasitasnya sebagai pemuda terpelajar (baca:mahasiswa); misalnya dapat
dengan himbauan agar setiap kader PMII harus bisa menjadi “bintang kelas”
dengan segudang prestasi yang diraihnya atau menjadi wisudawan terbaik cumlaude (kalau bahasa wisudawan tahun ini; Dengan Pujian) di perguruan tinggi setempat. Bagi kader yang gemar ber-organisasi dapat
berkontribusi dengan aktif di kepengurusan HMJ/HMP maupun BEM. Sopan dan santun
baik kepada teman sejawat, dosen, orang tua, stake holder maupun orang lain yang baru kenal. Apapun itu
yang penting baik dan dapat mengangkat citra baik organisasi lakukan saja!
Bagi kader yang hendak lulus kuliah,
seyogyanya segera menentukan langkah mau menjadi apa setelah 5 tahun atau 10
tahun kedepan, harus dimulai dari saat itu agar tidak mengalami kebingungan
gerakan. Meminjam istilah Nusron Wahid yang mantan Ketum PB PMII ini
mengatakan, bahwa sudah saatnya kader PMII mengekspansi ke segala bidang
pembangunan sesuai dengan keahlian masing-masing, tentunya dengan semangat
pergerakan yang telah dipelajari selama ini.
Misalnya, lanjut Nusron menawarkan beberapa bidang kompetensi kader diantaranya menjadi; intelektual organik, agamawan liberatif, profesional populistik, pendidik humanis, politisi polpulistik dsb. Pendek kata, menjadi apapun kalian jangan lepaskan jiwa kalian dari nilai dasar pergerakan PMII. Mayoritas kader PMII masih berkutat pada bidang pendidikan, politik dan kepesantrenan, karena diakui bahwa PMII menguasai mayoritas kampus agama-minoritas kampus sains-tech. Sedangakan pos pembangunan yang lain seperti teknologi dan riset, keuangan perbankan, kehutanan, perpajakan dan pos strategis lainnya masih dikuasai oleh kader non-PMII. Kegelisahan inilah yang harus kita pikirkan bersama sebagai entitias PMII membangun wajah pembangunan Indonesia yang lebih baik.
Misalnya, lanjut Nusron menawarkan beberapa bidang kompetensi kader diantaranya menjadi; intelektual organik, agamawan liberatif, profesional populistik, pendidik humanis, politisi polpulistik dsb. Pendek kata, menjadi apapun kalian jangan lepaskan jiwa kalian dari nilai dasar pergerakan PMII. Mayoritas kader PMII masih berkutat pada bidang pendidikan, politik dan kepesantrenan, karena diakui bahwa PMII menguasai mayoritas kampus agama-minoritas kampus sains-tech. Sedangakan pos pembangunan yang lain seperti teknologi dan riset, keuangan perbankan, kehutanan, perpajakan dan pos strategis lainnya masih dikuasai oleh kader non-PMII. Kegelisahan inilah yang harus kita pikirkan bersama sebagai entitias PMII membangun wajah pembangunan Indonesia yang lebih baik.
Selain kontribusi yang dilakukan sebagai
mahasiswa didalam kampus, hendaknya kita juga ikut andil dalam membangun citra
Islam damai-bebas anarkis, dan pribadi yang berkarakter dalam rangka membangun
jatidiri bangsa yang bermoral dan berbudi pekerti luhur. Sesuai kapasitas dan
levelnya masing-masing, jika kebetulan saat ini kita aktif di level rayon dan
komisariat, diantaranya dapat mengadakan aktifitas kajian keilmuan dan amaliyah
keagamaan an-Nahdhiyyah. Mari bersama-sama kita ciptakan perubahan yang
berkarakter untuk kemantaban jatidiri bangsa Indonesia dan citra diri Islam Ahlus
sunnah wal jama’ah....
....... hayatun al fata, bi al-ilmi wa al-tuqo/hidupnya
pemuda dengan ilmu dan taqwa (Imam Syafi’i RA)
**
Irhamni Sabil (Ketua Komisariat HA 2010-2011)
0 komentar: