04 April 2016

Beritegritas Dari Hal Kecil

Banyak orang yang mengakatan bahwa orang-orang yang berkecimpung di organisasi hanya bermulut besar, bisanya hanya ngomong tapi sangat rendah dalam bertindak, pandai berbagai teori, menguasai banyak pengetahuan namun implementasinya nihil. Kepentingan organisasi lebih mereka dahulukan dibanding kegiatan akademik (kuliah) yang idealnya menjadi aktivitas prioritas mereka. Entah benar atau tidak, tapi itulah anggapan sebagian orang terhadap para aktivis.

Selain itu, julukan lain yang muncul kepada aktivis adalah ahli kritik, mereka sangat peka terhadap isu-isu nasional menyangkut dengan berbagai kebijakan pemerintah. Mereka berlaga layaknya pengamat yang tau segala hal, mengetahui secara detail kekurangan-kekurangan yang dimiliki para tokoh dan pejabat nasional. Hal itu mungkin terjadi karena banyaknya pengetahuan yang mereka miliki. Bahkan, saking terlalu memerhatikan isu/permasalahan global, mereka lupa untuk mengomentari dan mengritik dirinya sendiri dari segala kekhilafan maupun kekurangan. Apa yang perlu dibanggakan, keterampilan tidak punya, berwirausaha pun tidak, apalagi masalah me-manage diri dalam rangka mengabdi kepada Tuhan. Bisa dibuktikan dengan jarangnya aktivis yang bisa bangun subuh, padahal hal itu merupakan kewajiban yang paling pokok. Kalau melihat dari aktivitas keorganisasiannya, tidak banyak juga yang bisa dibanggakan.

Aktivis organisasi ekstra pada khususnya dikenal sebagai kalangan yang suka demonstrasi, lari kuliah, makelar proyek kegiatan dan lainnya. Disamping itu, jika ditilik lebih dalam, kualitas kolektifnya pun tidak begitu membanggakan. Program kerja yang telah dibuat banyak yang mangkrak, hanya sekedar menjadi hasil kesepekatan rapat kerja dan pampangan di kantor sekretariat saja. Dari segi yang lain, organisasi ekstra terkesan sebagai organisasi yang pragmatis, terkesan rakus dalam memperebutkan jabatan di wilayah kampusnya masing-masing. Mending jika dari usaha itu ada hasilnya, usaha habis-habisan dengan berbagai macam strategi tapi tetap jabatan itu pada akhirnya tidak dapat diraih pula. Padahal kalau ditinjau dari tujuan utama didirikan organisasi ekstra itu, tujuannya adalah membentuk anggota atau kader yang bertaqwa, berbudi luhur, berilmu dan memiliki keterampilan.

Nah, bagaiamana kekurangan dan permasalahan itu bisa terjadi? Banyak faktor yang bisa menyebabkan kekurangan itu terjadi salah satunya adalah kurangnya integritas yang dimiliki oleh setiap kader atau anggota dalam organisasi tersebut, baik itu integritas kepada Tuhan maupun integritas kepada manusia lainnya secara kolektif (Hablum Minallah Wa Hablum Minannas).

Apa yang dimaksud integritas? Simpelnya, integritas merupakan sikap tanggung jawab secara penuh dalam melaksanakan tugas yang dimiliki baik tugas kepada Tuhan, diri sendiri, maupun kepada manusia yang lain. Melakukan segala kewajiban secara maksimal tanpa pamrih.

Mahfud MD dalam suatu acara talkshow di salah satu TV swasta memberikan contoh sikap orang yang berintegritas. Beliau menggambarkan sikap itu dari sisi seorang pejabat pemerintah. Menurut beliau, pejabat yang berintegritas bukanlah pejabat yang tidak korupsi karena memang tidak adanya peluang korupsi, tapi yang berintegritas adalah pejabat yang memiliki peluang besar untuk korupsi, namun dia tidak tergiur sedikitpun dalam memakan rupiah yang bukan haknya itu.

Selanjutnya, ada tiga faktor dalam hidup ini yang menjadi penunjang manusia dalam meraih kesuksesan hidupnya, baik dunia maupun akhirat.

Pertama adalah "passion", secara harfiyah passion berarti nafsu, hasrat, minat atau keinginan. Setiap manusia pasti memiliki passion, namun kadarnya berbeda antara manusia satu dengan yang lainnya. Dengan passion-lah manusia bisa melakukan segala sesuatu, bahkan dari hal yang sederhana sekalipun seperti makan, minum, tidur dan sebagainya. Jadi intinya, passion merupakan modal utama dalam melakukan segala sesuatu termasuk ketika mengejar kesuksesan. Dalam organisasi, passion sangatlah penting dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama, kalau organisasi tak kunjung mencapai tujuannya, mungkin kah karena passion para anggota dan pengurusnya yang masih rendah?

Kedua adalah skill. Skill adalah keterampilan atau keahlian yang dimiliki, baik skill yang diuasahakan maupun yang berupa keterampilan bawaan. Dalam bidang apapun, seseorang akan bisa bekerja dan berdaya untuk yang lain karena adanya skill. Ketika seseorang hanya punya minat tanpa dibarengi skill maka apa yang dia harapkan hanyalah akan manjadi angan-angan semata tanpa berubah menjadi hal yang nyata. Biasanya, skill ini menjadi patokan penentu seseorang diterima dalam bidang yang menjadi tujuannya, contoh kalau seseorang hanya berminat menjadi ketua komisariat, kemudian dia kurang memiliki skill kepemimpinan, maka dia tidak akan meraih jabatan yang diinginkannya itu. Kalaupun bisa, kemungkinan besar organisasinya akan mengalami kehancuran.

Ketiga adalah integritas. Integritas merupakan pelengkap atau penyempurna dari passion dan skill. Dengan kedua faktor awal, seseorang bisa saja meraih apa yang dia inginkan, namun pencapaian itu tidak akan bertahan lama. Dengan memiliki integrtitas, seseorang akan secara otomatis dipercaya orang lain untuk melakukan apa pun. Lebih dari itu, orang yang berintegritas akan menjadi sandaran, acuan dan contoh bagi yang lain.

Melihat keadaan aktifis yang bergelut dalam organisasi, mereka sangat memiliki minat yang kuat, tujuan yang jelas, cita-cita besar. Tujuan atau keinginan tersebut dirumuskan melalui mekanisme yang sistematis, terukur dan bahkan tidak ada yang kurang sedikit pun. Berbicara mengenai skill, mereka sudah tidak diragukan lagi, kajian keilmuan yang dilakukan secara berkala, rajin membaca, banyak mengikuti pelatihan dan seminar sudah cukup untuk menopang skill mereka dalam mengurus organisasi dan mencapai tujuan yang mereka canankan. Lantas kenapa sampai saat ini, masih banyak tujuan yang pada waktu awal mereka rumuskan itu tak kunjung tercapai pula. Hilangnya kepercayaan dari berbagai elemen seperti alumni dan masyarakat sampai dengan mudah ditinggalkan begitu saja oleh para anggotanya. Kenapa ini bisa terjadi? Jawaban sesuai dengan uraian di atas adalah karena para pengurusnya kurang memiliki integritas.

Janga harap bisa menyelesaikan urusan yang besar apalagi mengurusi organisasi yang besar jika masalah kecil di depan mata pun tidak bisa diselesaikan. Sering berdiskusi mengenai urusan pemerintahan, tapi pemerintah yang sedang diurusnya terbengkalai begitu saja. Begitu ramai mengritik pejabat yang terjerat kasus korupsi dengan berbagai modus seperti mark-up anggaran tapi korupsi kelas kecil pun terus dibudayakan dalam organisasinya.

Makanya kenapa jabatan di kampus pun dengan mudahnya diduduki oleh orang yang (katanya) bukan aktivis. Masyarakat kampus sudah tidak percaya lagi kepada organisasi. Untuk memperbaiki semua itu, susah selayaknya mereka melakukan muhasabah diri dan berhenti menyalahkan orang lain. Mulai menjadi pribadi dan organisasi yang berintegritas, integritas kepada Tuhan maupun manusia lain. Jangan terlalu berangan-angan bisa mengurusi organisasi yang besar kalau me-manage organisasi kecil pun masih berantakan. Tidak hanya menyiapkan skill tapi juga yang lebih penting adalah melatih integritas. Berintegritas dari hal kecil akan membawa manusia menjadi orang yang berintegritas dalam urusan yang lebih besar. Integritas adalah bagian dari perilaku sedangkan perilaku tidak akan pernah melekat dalam diri seseorang tanpa adanya pembiasaan yang terus menerus.

**
Ari Hilman (Rayon FIP, Semester IV)

Related Posts

0 komentar: