Banyak orang yang mengakatan bahwa orang-orang yang
berkecimpung di organisasi hanya bermulut besar, bisanya hanya ngomong tapi
sangat rendah dalam bertindak, pandai berbagai teori, menguasai banyak
pengetahuan namun implementasinya nihil. Kepentingan organisasi lebih mereka
dahulukan dibanding kegiatan akademik (kuliah) yang idealnya menjadi aktivitas
prioritas mereka. Entah benar atau tidak, tapi itulah anggapan sebagian orang
terhadap para aktivis.
Selain itu, julukan lain yang muncul kepada aktivis
adalah ahli kritik, mereka sangat peka terhadap isu-isu nasional menyangkut
dengan berbagai kebijakan pemerintah. Mereka berlaga layaknya pengamat yang tau
segala hal, mengetahui secara detail kekurangan-kekurangan yang dimiliki para
tokoh dan pejabat nasional. Hal itu mungkin terjadi karena banyaknya
pengetahuan yang mereka miliki. Bahkan, saking terlalu memerhatikan
isu/permasalahan global, mereka lupa untuk mengomentari dan mengritik dirinya
sendiri dari segala kekhilafan maupun kekurangan. Apa yang perlu dibanggakan,
keterampilan tidak punya, berwirausaha pun tidak, apalagi masalah me-manage
diri dalam rangka mengabdi kepada Tuhan. Bisa dibuktikan dengan jarangnya
aktivis yang bisa bangun subuh, padahal hal itu merupakan kewajiban yang paling
pokok. Kalau melihat dari aktivitas keorganisasiannya, tidak banyak juga yang
bisa dibanggakan.
Aktivis organisasi ekstra pada khususnya dikenal
sebagai kalangan yang suka demonstrasi, lari kuliah, makelar proyek kegiatan
dan lainnya. Disamping itu, jika ditilik lebih dalam, kualitas kolektifnya pun
tidak begitu membanggakan. Program kerja yang telah dibuat banyak yang
mangkrak, hanya sekedar menjadi hasil kesepekatan rapat kerja dan pampangan di
kantor sekretariat saja. Dari segi yang lain, organisasi ekstra terkesan
sebagai organisasi yang pragmatis, terkesan rakus dalam memperebutkan jabatan
di wilayah kampusnya masing-masing. Mending jika dari usaha itu ada hasilnya,
usaha habis-habisan dengan berbagai macam strategi tapi tetap jabatan itu pada
akhirnya tidak dapat diraih pula. Padahal kalau ditinjau dari tujuan utama
didirikan organisasi ekstra itu, tujuannya adalah membentuk anggota atau kader
yang bertaqwa, berbudi luhur, berilmu dan memiliki keterampilan.
Nah, bagaiamana kekurangan dan permasalahan itu bisa
terjadi? Banyak faktor yang bisa menyebabkan kekurangan itu terjadi salah
satunya adalah kurangnya integritas yang dimiliki oleh setiap kader atau anggota
dalam organisasi tersebut, baik itu integritas kepada Tuhan maupun integritas
kepada manusia lainnya secara kolektif (Hablum Minallah Wa Hablum Minannas).
Apa yang dimaksud integritas? Simpelnya, integritas
merupakan sikap tanggung jawab secara penuh dalam melaksanakan tugas yang
dimiliki baik tugas kepada Tuhan, diri sendiri, maupun kepada manusia yang
lain. Melakukan segala kewajiban secara maksimal tanpa pamrih.
Mahfud MD dalam suatu acara talkshow di salah satu TV
swasta memberikan contoh sikap orang yang berintegritas. Beliau menggambarkan
sikap itu dari sisi seorang pejabat pemerintah. Menurut beliau, pejabat yang
berintegritas bukanlah pejabat yang tidak korupsi karena memang tidak adanya
peluang korupsi, tapi yang berintegritas adalah pejabat yang memiliki peluang
besar untuk korupsi, namun dia tidak tergiur sedikitpun dalam memakan rupiah
yang bukan haknya itu.
Selanjutnya, ada tiga faktor dalam hidup ini yang
menjadi penunjang manusia dalam meraih kesuksesan hidupnya, baik dunia maupun
akhirat.
Pertama adalah "passion", secara harfiyah passion
berarti nafsu, hasrat, minat atau keinginan. Setiap manusia pasti memiliki
passion, namun kadarnya berbeda antara manusia satu dengan yang lainnya. Dengan
passion-lah manusia bisa melakukan segala sesuatu, bahkan dari hal yang
sederhana sekalipun seperti makan, minum, tidur dan sebagainya. Jadi intinya,
passion merupakan modal utama dalam melakukan segala sesuatu termasuk ketika
mengejar kesuksesan. Dalam organisasi, passion sangatlah penting dalam usaha
untuk mencapai tujuan bersama, kalau organisasi tak kunjung mencapai tujuannya,
mungkin kah karena passion para anggota dan pengurusnya yang masih rendah?
Kedua adalah skill. Skill adalah keterampilan atau keahlian
yang dimiliki, baik skill yang diuasahakan maupun yang berupa keterampilan
bawaan. Dalam bidang apapun, seseorang akan bisa bekerja dan berdaya untuk yang
lain karena adanya skill. Ketika seseorang hanya punya minat tanpa dibarengi
skill maka apa yang dia harapkan hanyalah akan manjadi angan-angan semata tanpa
berubah menjadi hal yang nyata. Biasanya, skill ini menjadi patokan penentu
seseorang diterima dalam bidang yang menjadi tujuannya, contoh kalau seseorang
hanya berminat menjadi ketua komisariat, kemudian dia kurang memiliki skill
kepemimpinan, maka dia tidak akan meraih jabatan yang diinginkannya itu.
Kalaupun bisa, kemungkinan besar organisasinya akan mengalami kehancuran.
Ketiga
adalah integritas. Integritas merupakan pelengkap atau penyempurna dari passion
dan skill. Dengan kedua faktor awal, seseorang bisa saja meraih apa yang dia
inginkan, namun pencapaian itu tidak akan bertahan lama. Dengan memiliki
integrtitas, seseorang akan secara otomatis dipercaya orang lain untuk
melakukan apa pun. Lebih dari itu, orang yang berintegritas akan menjadi
sandaran, acuan dan contoh bagi yang lain.
Melihat
keadaan aktifis yang bergelut dalam organisasi, mereka sangat memiliki minat
yang kuat, tujuan yang jelas, cita-cita besar. Tujuan atau keinginan tersebut
dirumuskan melalui mekanisme yang sistematis, terukur dan bahkan tidak ada yang
kurang sedikit pun. Berbicara mengenai skill, mereka sudah tidak diragukan
lagi, kajian keilmuan yang dilakukan secara berkala, rajin membaca, banyak
mengikuti pelatihan dan seminar sudah cukup untuk menopang skill mereka dalam
mengurus organisasi dan mencapai tujuan yang mereka canankan. Lantas kenapa
sampai saat ini, masih banyak tujuan yang pada waktu awal mereka rumuskan itu
tak kunjung tercapai pula. Hilangnya kepercayaan dari berbagai elemen seperti
alumni dan masyarakat sampai dengan mudah ditinggalkan begitu saja oleh para
anggotanya. Kenapa ini bisa terjadi? Jawaban sesuai dengan uraian di atas
adalah karena para pengurusnya kurang memiliki integritas.
Janga
harap bisa menyelesaikan urusan yang besar apalagi mengurusi organisasi yang
besar jika masalah kecil di depan mata pun tidak bisa diselesaikan. Sering
berdiskusi mengenai urusan pemerintahan, tapi pemerintah yang sedang diurusnya
terbengkalai begitu saja. Begitu ramai mengritik pejabat yang terjerat kasus
korupsi dengan berbagai modus seperti mark-up anggaran tapi korupsi kelas kecil
pun terus dibudayakan dalam organisasinya.
Makanya
kenapa jabatan di kampus pun dengan mudahnya diduduki oleh orang yang (katanya)
bukan aktivis. Masyarakat kampus sudah tidak percaya lagi kepada organisasi.
Untuk memperbaiki semua itu, susah selayaknya mereka melakukan muhasabah diri
dan berhenti menyalahkan orang lain. Mulai menjadi pribadi dan organisasi yang
berintegritas, integritas kepada Tuhan maupun manusia lain. Jangan terlalu
berangan-angan bisa mengurusi organisasi yang besar kalau me-manage organisasi
kecil pun masih berantakan. Tidak hanya menyiapkan skill tapi juga yang lebih
penting adalah melatih integritas. Berintegritas dari hal kecil akan membawa
manusia menjadi orang yang berintegritas dalam urusan yang lebih besar.
Integritas adalah bagian dari perilaku sedangkan perilaku tidak akan pernah
melekat dalam diri seseorang tanpa adanya pembiasaan yang terus menerus.
**
Ari
Hilman (Rayon FIP, Semester IV)
0 komentar: