![]() |
Untuk pembaca budiman--Sudah sering terdengar ditelinga kita
(mahasiswa) ungkapan iklim akademik, ketika awal kita masuk. Dalam Tri dharma
Perguruan Tinggi yaitu upaya lembaga pendidikan Tinggi untuk mengarahkan dalam
3 aspek; pertama pendidikan, sebagai prioritas utama dalam
bekal untuk mengetahui dalam ranah kognitif (pengetahuan), kedua
penelitian, dalam bentuk mengasah kemampuan mengenai spesialisasi
disiplin ilmu dalam jurusannya dalam ranah praktek untuk memacu krealifitasnya,
ketiga pengabdian masyarakat, hasil akhir dari pendidikan
dikembalikan dalam dunia nyata yang real. Sebagai persiapan hidup di alam bebas
untuk bersanding dengan masyarakat. itu semua sebagai desain ketika kita
dibenturkan dengan nilai-nilai akademik yang terkandung dalam Tri Dharma
Perguruan Tinggi.
Melihat kampus
Dari hari ke hari, Beberapa kali
dikampus sering mengadakan beragam
agenda kegiatan yang di motori oleh Bem-Bem Universitas, fakultas dan HMJ-HMJ.
Kurang lebih, banyak diantaranya
bersifat ceremonial yang berorientasi hiburan, padahal setiap agenda
kegiatan selalu dikeluhkan soal pendanaan. Hal tersebut sebetulnya kurang
bernuansa education-akademik, bukankah yang seharusnya di dobrak
adalah bagaimana mengembangkan-membangkitkan kualitas SDM (sumberdaya
mahasiswanya) ??#!#@
Apabila semua elemen-elemen di intra
kampus melakukan agenda kegiatan yang berorientasi untuk pengembangan kualitas
mahasiswa antaralain dengan mengadakan forum-forum workshop, diskusi, pelatihan-pelatihan,
program kreatifitas (PKM) dengan tidak lupa menyediakan wadah-wadah untuk
menampung mereka, sebagai bentuk tindak lanjut agar lebih mandiri berkarya
dalam bentuk apapun sebagai perwujudan Tridharma perguruan tinggi. Hal ini
dimungkinkan lebih maslahah dari pada agenda ceremonial, sehingga lama ke
lamaan kita bisa mencerabut penyakit-penyakit yang ada pada mahasiswa (saya
pribadi). karena penyakit kita hari ini adalah pragmatisme
yang mengakar di kalangan teman-teman mahasiswa, karena lebih menyukai hal yang
instan. Seringkali terdengar “Yang penting kuliah” ucap teman kelas
saya, padahal sebagian besar pembentukan skill bukan diruang (kelas)
kuliah, justeru diruang-ruang tertentu.
Dari sekian banyak mahasiswa
sebetulnya banyak diantara mereka yang memiliki potensi-potensi untuk mengembangkan minat-bakat mereka, dari
mulai di musik, pers-jurnalistik, seni-teater namun tidak ada yang mewadahi,
sayang sekali. “Ketika mereka punya tujuan besar akan tetapi wajah-wajah UKM
banyak yang gulung tikar. Entah, apa yang mereka pikirkan”. Tungkas, mahasiswa
semester 1
Sedangkan kemaren ketika BEM FT
Tarbiyah mengadakan sekolah Menulis sungguh ideal, sebagai langkah awal untuk
mendobrak minat membaca-menulis. banyak dari kalangan mahasiswa merespon baik
ketika selesai acara tersebut, ketika dikonsumsi banyak dari mereka yang
berbondong-bondong untuk membuat komunitas
yang nantinya bisa dijadikan interaksional dengan pecintanya. seperti
(penulis) ini dengan beberapa teman sejawatnya membuat (Kompass) komunitas
penulis kampus yang ingin beranjak menjadi (LPM) Pers mahasiswa, semoga
bisa berkembangbiak ditengah-tengah hiruk pikuk dunia kompetitif.
Sedikit gambaran awal, ketika kita melihat
gambaran kampus yang sebenarnya, bukan memprediksi dari apa yang seharusnya.
Dikarenakan, kita terlalu membandingkan Universitas yang jauh lebih maju,
sedangkan Ungkapan untuk kampus Kita lebih pas dengan sebutan UGM-
Universitas Gurung Maju. Walau begitu saya tetap bangga karena UNHASY
sebagai kampus yang memiliki karakteristik yang unik dan tidak ada
dikampus-kampus lain. Sebagai pelaku selayaknya kita bisa membuat kampus
menjadi baik untuk bersanding dan berkompetisi dengan kampus lain.
Maka dari itu, mari kita bersama tidak
hanya mempedulikan egoisentris masing-masing, hilangkan sekat-sekat primordialisme
yang sering kita singgung, tapi diri kita sendiri tidak menyadari itu semua
(penulis juga merasa). Budaya inklusif-terbuka sebetulnya bagian dari nafas
untuk menghilangkan sekat-sekat, dimulai dari saling bertukar informasi,
kritik-saran, dialetika-berdiskusi dalam memecahkan problem solving. Singgah di
Bem-Bem untuk beraspirasi, berdiskusi. Promosikan, bahwa Bem-Bem milik semua
mahasiswa agar tidak disinggung elitis. Ajakan ini bisa memicu perubahan
budaya-peradaban dikampus ini.
Semoga kita bisa merespon dari apa
yang sebenarnya, menjadi apa yang seharusnya yaitu menciptakan nuansa yang
ideal dan representatif untuk tumbuh-kembang bibit-bibit generasi perubahan.
Meminjam kata-kata bung karno “Irama
suatu-revolusi adalah mendjebol dan membangun. Pembangunan menghendaki djiwa
seorang arsitek. Dan didalam djiwa arsitek terdapatlah unsur-unsur perasaan dan
djiwa seni. Kepandaian memimpin suatu revolusi hanja dapat ditjapai dengan
mentjari ilham dalam segala sesuatu jang dilihat. Dapatkah orang memperoleh
ilham dalam sesuatu, bilamana ia bukan seorang manusia-perasaan dan bukan
manusia-seni barang sedikit ?” dalam buku menyambung lidah rakjat.
Tulisan ini adalah hasil refleksi penulis dari unek-unek yang
berserakan, yang niatnya mau di share, sayangnya tidak ada sarana untuk aktualisasi
diri, maka dari itu, kesempatan ini penulis mengajak teman-temen untuk bisa
ikut berperan bareng agar budaya akademik tetap subur dikampus kita. (17/03/15)
*Oleh Rifqiee Nurul Hidayat- Ketua Rayon Tarbiyah dan Santri Padepokan
Hasyim Asy’ari
0 komentar: