17 Maret 2015

Mendesain Iklim Akademik, Seperti Apa Seharusnya ?


Untuk pembaca budiman--Sudah sering terdengar ditelinga kita (mahasiswa) ungkapan iklim akademik, ketika awal kita masuk. Dalam Tri dharma Perguruan Tinggi yaitu upaya lembaga pendidikan Tinggi untuk mengarahkan dalam 3 aspek; pertama pendidikan, sebagai prioritas utama dalam bekal untuk mengetahui dalam ranah kognitif (pengetahuan), kedua penelitian, dalam bentuk mengasah kemampuan mengenai spesialisasi disiplin ilmu dalam jurusannya dalam ranah praktek untuk memacu krealifitasnya, ketiga pengabdian masyarakat, hasil akhir dari pendidikan dikembalikan dalam dunia nyata yang real. Sebagai persiapan hidup di alam bebas untuk bersanding dengan masyarakat. itu semua sebagai desain ketika kita dibenturkan dengan nilai-nilai akademik yang terkandung dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Melihat kampus
Dari hari ke hari, Beberapa kali dikampus  sering mengadakan beragam agenda kegiatan yang di motori oleh Bem-Bem Universitas, fakultas dan HMJ-HMJ. Kurang lebih, banyak diantaranya  bersifat ceremonial yang berorientasi hiburan, padahal setiap agenda kegiatan selalu dikeluhkan soal pendanaan. Hal tersebut sebetulnya kurang bernuansa education-akademik, bukankah yang seharusnya di dobrak adalah bagaimana mengembangkan-membangkitkan kualitas SDM (sumberdaya mahasiswanya) ??#!#@
Apabila semua elemen-elemen di intra kampus melakukan agenda kegiatan yang berorientasi untuk pengembangan kualitas mahasiswa antaralain dengan mengadakan forum-forum  workshop, diskusi, pelatihan-pelatihan, program kreatifitas (PKM) dengan tidak lupa menyediakan wadah-wadah untuk menampung mereka, sebagai bentuk tindak lanjut agar lebih mandiri berkarya dalam bentuk apapun sebagai perwujudan Tridharma perguruan tinggi. Hal ini dimungkinkan lebih maslahah dari pada agenda ceremonial, sehingga lama ke lamaan kita bisa mencerabut penyakit-penyakit yang ada pada mahasiswa (saya pribadi). karena penyakit kita hari ini adalah pragmatisme yang mengakar di kalangan teman-teman mahasiswa, karena lebih menyukai hal yang instan. Seringkali terdengar “Yang penting kuliah” ucap teman kelas saya, padahal sebagian besar pembentukan skill bukan diruang (kelas) kuliah,  justeru diruang-ruang tertentu.
Dari sekian banyak mahasiswa sebetulnya banyak diantara mereka yang memiliki potensi-potensi  untuk mengembangkan minat-bakat mereka, dari mulai di musik, pers-jurnalistik, seni-teater namun tidak ada yang mewadahi, sayang sekali. “Ketika mereka punya tujuan besar akan tetapi wajah-wajah UKM banyak yang gulung tikar. Entah, apa yang mereka pikirkan”. Tungkas, mahasiswa semester 1
Sedangkan kemaren ketika BEM FT Tarbiyah mengadakan sekolah Menulis sungguh ideal, sebagai langkah awal untuk mendobrak minat membaca-menulis. banyak dari kalangan mahasiswa merespon baik ketika selesai acara tersebut, ketika dikonsumsi banyak dari mereka yang berbondong-bondong untuk membuat komunitas  yang nantinya bisa dijadikan interaksional dengan pecintanya. seperti (penulis) ini dengan beberapa teman sejawatnya membuat (Kompass) komunitas penulis kampus yang ingin beranjak menjadi (LPM) Pers mahasiswa, semoga bisa berkembangbiak ditengah-tengah hiruk pikuk dunia kompetitif.
 Sedikit gambaran awal, ketika kita melihat gambaran kampus yang sebenarnya, bukan memprediksi dari apa yang seharusnya. Dikarenakan, kita terlalu membandingkan Universitas yang jauh lebih maju, sedangkan Ungkapan untuk kampus Kita lebih pas dengan sebutan UGM- Universitas Gurung Maju. Walau begitu saya tetap bangga karena UNHASY sebagai kampus yang memiliki karakteristik yang unik dan tidak ada dikampus-kampus lain. Sebagai pelaku selayaknya kita bisa membuat kampus menjadi baik untuk bersanding dan berkompetisi dengan kampus lain.
Maka dari itu, mari kita bersama tidak hanya mempedulikan egoisentris masing-masing, hilangkan sekat-sekat primordialisme yang sering kita singgung, tapi diri kita sendiri tidak menyadari itu semua (penulis juga merasa). Budaya inklusif-terbuka sebetulnya bagian dari nafas untuk menghilangkan sekat-sekat, dimulai dari saling bertukar informasi, kritik-saran, dialetika-berdiskusi dalam memecahkan problem solving. Singgah di Bem-Bem untuk beraspirasi, berdiskusi. Promosikan, bahwa Bem-Bem milik semua mahasiswa agar tidak disinggung elitis.  Ajakan ini bisa memicu perubahan budaya-peradaban dikampus ini.
Semoga kita bisa merespon dari apa yang sebenarnya, menjadi apa yang seharusnya yaitu menciptakan nuansa yang ideal dan representatif untuk tumbuh-kembang bibit-bibit generasi perubahan. Meminjam kata-kata bung karno “Irama suatu-revolusi adalah mendjebol dan membangun. Pembangunan menghendaki djiwa seorang arsitek. Dan didalam djiwa arsitek terdapatlah unsur-unsur perasaan dan djiwa seni. Kepandaian memimpin suatu revolusi hanja dapat ditjapai dengan mentjari ilham dalam segala sesuatu jang dilihat. Dapatkah orang memperoleh ilham dalam sesuatu, bilamana ia bukan seorang manusia-perasaan dan bukan manusia-seni barang sedikit ?”  dalam buku menyambung lidah rakjat.

Tulisan ini adalah hasil refleksi penulis dari unek-unek yang berserakan, yang niatnya mau di share, sayangnya tidak ada sarana untuk aktualisasi diri, maka dari itu, kesempatan ini penulis mengajak teman-temen untuk bisa ikut berperan bareng agar budaya akademik tetap subur dikampus kita. (17/03/15)

 *Oleh Rifqiee Nurul Hidayat- Ketua Rayon Tarbiyah dan Santri Padepokan Hasyim  Asy’ari         

Related Posts

0 komentar: