10 Desember 2015

Revolusi Mindset Organisatoris

Organisatoris begitulah sebutan khas untuk seseorang yang bergelut atau yang terlibat dalam suatu organisasi yang diikutinya, baik organisasi yang berlatar belakang intra kampus atau ekstra kampus. Secara garis besarnya organisatoris adalah mahasiswa yang mengorbankan tenaga, pikiran dan waktu demi tercapainya visi misi organisasi yang luhur.

Mahasiswa organisatoris berkeyakinan seperti apa yang sudah dipaparkan sahabat Abdul Wajid dalam tulisannya “Suramnya Wajah Intelektual Mahasiswa”, bahwa organisasi merupakan salah satu wadah atau sarana berproses untuk membangun jati diri setiap individu. Sebab dalam dunia kampus metode belajar sudah jauh berbeda dengan cara belajar semasa SMA. Diwaktu SMA materi pembelajaran 100% dari guru, sedangkan dalam dunia kampus 25 % dari dosen, 75 %-nya dari mahasiswa sendiri. Kira-kira seperti itu propaganda yang disampaikan para senior disaat saya baru menginjak dalam dunia kampus, dan itu benar adanya. Dari itulah berkesimpulan bahwa organisasi merupakan tangga menuju 75 %.

Dalam buku panduan organisasi warga Pergerakan Islam Indonesi (PMII) dijelaskan, pengkaderan dalam PMII tidak hanya semata-mata meningkatkan anggota atau kader terdidik secara intelektual, berwawasan, dan terampil secara teknik, pengkaderan dalam PMII dibekali atau mengingatkan anggota dan kader untuk mengabdikan pengetahuan dan keterampilan tersebut bagi kolektivas, bukan diabdikan bagi kebesaran dan kejayaan individu. Disamping itu warga PMII juga dituntut untuk peka dan responsif terhadap problematika sosial masyarakat.

Hal ini berkesinambungan dengan apa yang sudah termaktub dalam Tri Darma Perguruan tinggi, yakni Pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. artinya baik di buku pedoman pengkaderan dan juga Tri Darma Perguruan tinggi, disamping meningkatkan kapasitas diri, mahasiswa sebagai agen of change dan agen of social control dituntut untuk mengabdikan diri terhadap masyarakat, dituntut untuk mendampingi masyarakat khususnya disaat terjadi penindasan.

Ironisnya, saat ini masih banyak mahasiswa menafikan organisasi, sehingga ada mahasiswa yang beranggapakan bahwa organisasi hanya menjadi penghalang akademik,  kemudian memutuskan diri sebagai mahasiswa yang academic oriented.

Organisasi yang ada di kampus baik intra ataupun ekstra pada hakikatnya sebagai lahan mahasiswa untuk meningkatkan kapasitas diri, pertanyaannya kenapa masih ada mahasiswa yang alergi terhadap organisasi ?!, kenapa organisasi sudah tidak menarik lagi ?!.

Motif utama ada pada aktivis organisasi sendiri, tak jarang kita temui organisatoris yang mendikotomikan antara kuliah dengan organisasi, organisatoris yang terlalu asyik berkecipung di dunia organisasi sampai lupa dengan tujuan awal kuliah, kuliah di marginalkan sebagai bentuk konsekuensinya, ini perlu dihindari oleh aktivis organisasi, sebab Ini merupakan faktor utama kenapa mahasiswa alergi organisasi. Paradikma berpikir organisatoris inilah yang perlu di revolusi, jika mindsetnya tetap demikian maka akan bersifat fatal, karena mahasiswa tidak mau mempunyai nasip yang sama dengan organisatoris yang semacam itu. Jadi idealnya akademik dan organisasi harus diselaraskan, bukan merupakan dua hal yang harus dipertentangkan, jauh lebi baik jika akademisi yang bergerak sebagai organisatoris.

**
Ali Maksum (Pengurus Komisariat, Bidang Internal 2015-2016).

Related Posts

0 komentar: