![]() |
https%3A%2F%2Fciptacendekia.com |
Lembaga Literasi Komisariat [Firda Dwi]
Rabu 13 /09
Perlu diketahui bahwa kajian di seputar hubungan guru dan murid ini sama saja dengan membicarakan etika guru-murid perspektif hadis. Disebut demikian, karena pembicaraan ini pasti menyangkut hubungan atau interaksi bernilai positif guru-murid. Interaksi bernilai positif tentu sama saja dengan interaksi etis guru-murid. Oleh karena itu, kajian hubungan guru-murid sama artinya dengan etika guru-murid.
Di antara point
penting hubungan guru-murid sebagai
berikut:
a.
Menjadikan
diri guru sebagai suri tauladan yang baik kepada murid
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Anak memandang pendidik sebagai figur terbaik, yang tindak-tanduk dan sopan-santunnya tanpa disadari hal tersebut akan ditiru. Bahkan perkataan, perbuatan dan tindak-tanduk guru akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Maka si anak akan tumbuh dengan kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya, jika pendidik adalah seorang pembohong, khianat, durhaka, kikir, penakut, dan hina, maka si anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut, dan hina.[13]
Allah SWT telah
mengajarkan bahwa Rasul yang diutus untuk menyampaikan risalah samawi kepada
umat manusia, adalah seorang pendidik yang mempunyai sifat-sifat luhur, baik
spiritual, moral maupun intelektual. Sehingga umat manusia meneladaninya,
menggunakan metodenya dalam hal kemuliaan, keutamaan dan akhlak yang terpuji.
Allah mengutus Nabi Saw sebagai teladan yang baik bagi kaum muslimin sepanjang
sejarah, dan bagi umat manusia di setiap saat dan tempat, sebagai pelita yang
menerangi dan purnama yang memberi petunjuk.[14] Allah berfirman dalam surat
al-Ahzab/33 ayat 21:
لقد كان لكم في رسول الله اسوة حسنة
Artinya:
Sesumngguhnya telah ada pada( diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik.[15]
Dalam al-Ahzab/33
ayat 45-46 disebutkan sebagai berikut:
يا ايها النبي انا ارسلناك شاهدا ومبشرا ونذيرا وداعيا الى الله باذنه
وسراجا منيرا
Artinya: Hai Nabi,
sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi dan pembawa kabar gembira dan
pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepad agama Allah dengan izin-Nya
dan untuk jadi cahaya yang menerangi.[16]
Allah meletakkan
pada diri Nabi yang mulia suatu bentuk yang sempurna bagi metode pendidikan
yang islami, agar menjadi gambaran yang hidup dan abadi bagi generasi-generasi
umat selanjutnya dalam kesempurnaan akhlak dan universalitas keagungan
kepribadian.[17]
Siti Aisyah pernah
ditanya tentang akhlak Rasulullah, beliau berkata:[18]
حدثنا عبد الله حدثني ابي ثنا عبد الرزاق عن معمر عن قتا دة عن زرارة عن
سعد بن هشام قال سالت عاءشة فقالت اخبرني عن خلق رسول الله صلى الله عليه وسلم
فقالت: كان خلقه القران
Artinya:.....Akhlaknya
adalah al-Qur`an.
Ungkapan Siti
Aisyah tersebut tentu tidak mengherankan karena karena Allah Yang Maha Sucilah
yang telah mendidiknya secara langsung dalam suasana pendidikan yang mulia. Hal
demikian sebagaimana sabda beliau yang diriwayatkan Askari dan Ibnu Sam’ani
sebagai berikut:
ادبني ربي فاحسن تاءديبي
Artinya: Tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadikan baik pendidikanku.[19]
b.
Berbicara
kepada murid dengan lembut dan wajah senyum
Nabi Saw
mengajarkan supaya memilih kata-kata yang santun ketika berbicara kepada siapa
pun, apalagi kepada murid-murid yang mendengarkan penyampaian ilmu dari seorang
guru. Suatu hal yang memalukan bila seorang guru mengucapkan kata-kata yang
seronok dan kurang baik kepada murid-murid. Juga suatu kesalahan jika seorang
guru menganggap bahwa dengan kata-kata yang kurang santun akan membuat ia lebih
dekat kepada para murid. Tindakan yang demikian akan berakibat dilecehkannya
seorang guru oleh murid. Kata-kata yang indah dan menyentuh kalbu justru akan
membekas lama dalam hati murid, dan akan membimbingnya dengan efektif.
Rasulullah Saw bersabda:
حدثنا هناد حدثنا عبدة عن محمد بن عمر وحدثني ابي عن جدي قال: سمعت بلال
بن الحرث المزني صاحب رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: سمعت رسول الله صلى الله
عليه وسلم يقول: ان احدكم ليتكلم بالكلمت من رضوان الله ما يظن ان تبلغ ما بلغت
فيكتب الله له بها رضوانه الى يوم يلقاه وان احدكم ليتكلم بالكلمت من سخط الله ما
يظن ان تبلغ ما بلغت فيكتب الله عليه بها سخطه الى يوم يلقاه
Artinya:
Sesungguhnya di antara kalian ada yang mengucapkan kata-kata (baik) yang
diridhai Allah, dan tidak tahu kadar derajat kemuliaan kata-kata itu. Maka
dengan kata-kata tersebut, Allah melimpahkan ridha-Nya kepada orang itu hingga
hari perjumpaan nanti (Hari Kiamat). Dan sesungguhnya di antara kalian ada yang
mengucapkan kata-kata (buruk) yang dimurkai Allah, dan dia tidak tahu kadar
derajat kehinaan kata-kata itu. Maka dengan kata-kata tersebut Allah menetapkan
murka-Nya kepada orang tersebut hingga hari perjumpaan nanti (Hari Kiamat).[20]
Seorang guru ketika menyampaikan ilmu dan melakukan interaksi edukatif kepada murid-muridnya hendaklah dengan raut wajah yang tulus dan senyum. Rasulullah Saw menjadi contoh sempurna tentang hal ini. Perihal senyum Rasulullah, Abu Darda` berkata:
حدثنا عبد الله حدثني ابي ثنا زكريا بن عدي انا بقية عن حبيب بن عمر الانصاري عن شيخ يكني ابا عبد الصمد قال سمعت ام الدرداء نقول: كان ابو الدرداء اذا حدث حديثا تبسم فقلت لا يقول الناس انك اي امحق فقال: ما رايت او ما سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يحدث حديثا الا تبسم
Artinya: Tidak
pernah saya melihat atau mendengar Rasulullah Saw mengatakan suatu perkataan
kecuali sambil tersenyum.[21]
Jabir r.a. juga
mengatakan sebagai berikut:
حدثنا احمد بن منيع حدثنا معاوية بن عمر وحدثنا زاءدة عن اسماعيل بن ابي
خالد عن قيس عن جرير قال: ما حجبني رسول الله صلى الله عليه و سلم منذ اسلمت ولا
راني الا تبسم
Artinya: Rasulullah Saw tidak pernah terpisahkan dariku sejak aku masuk Islam, dan beliau tidak pernah melihatku kecuali sambil tersenyum.[22]
Raut wajah yang
senyum menunjukkan ketulusan, dan memancarkan cahaya kebahagiaan kepada orang
lain. Secara psikologis, murid-murid akan merasakan keceriaan dan kelapangan
hati seorang guru ketika berinteraksi dengan mereka. Al-Quran memberi penegasan
bahwa berhati lembut dan berkata santun di antara kunci kesuksesan mendidik
manusia. Perkataan lembut bahkan dapat melembutkan hati yang keras. Sebagai
contoh, Nabi Musa dituntun oleh Allah SWT agar menyampaikan perkataan yang
lembut untuk menyampaikan pesan kebenaran kepada Fir’aun yang kejam. Allah
berfirman dalam surat Taha/20 ayat 43-44:
هذهبا الى فرعون انه طغى () فقولا له قولا لينا لعله يتذكر او يخشى
Artinya: Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, karena dia benar-benar telah melampaui batas; maka bicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.[23]
Di samping itu,
seorang guru juga tidak boleh tergesa-gesa dalam menyampaikan pesan-pesan
pendidikan kepada para siswa. Karena hal ini akan membuat mereka sukar memahami
dan mencerna perkataan guru. Hal ini sebagaimana hadis yang berasal dari Aisyah
sebagai berikut:
حدثنا سليمان بن
داود المهري أخبرنا ابن وهب أخبرني يونس عن ابن شهاب أ عروة بن الزبير حدثه أن
عائشة زوج النبي صلى الله عليه و سلم قالت ألا يعجبك أبوهريرة ؟ جاء فجلس إلى جانب
حجرتي يحدث عن رسول الله صلى الله عليه و سلم يسمعني ذلك وكنت أسبح ( أسبح أرادت
أنها كانت تتنفل ) فقام قبل أن أقضي سبحتي ولو أدركته لرددت عليه إن رسول الله صلى
الله عليه و سلم لم يكن يسرد الحديث مثل سردكم .
قال الشيخ الألباني
: صحيح
Artinya:.…sesungguhnya Rasulullah Saw dalam berbicara tidak tergesa-gesa (hingga susah dipahami) seperti pembicaraan kalian.[24]
c. Menunjukkan sikap lemah lembut dan kasih sayang kepada murid
Guru harus
menunjukkan dirinya sebagai orang yang selalu memperhatikan dan mengupayakan
kebaikan untuk para murid tanpa pamrih. Tidak membeda-bedakan mereka, meskipun
latar belakang mereka sangat beragam. Kasih sayang guru tidak saja kepada murid
yang patuh dan hormat, tetapi juga kepada murid yang nakal. Guru dalam konteks
kasih sayang ini tidak akan pernah merasakan terhina dan rendah diri dihadapan
guru.
d. Sikap memuliakan, menghormati dan tawadhu’ kepada guru
Sebagai murid, maka guru harus diperlakukan lebih dari orang pada umumnya. Hal ini karena para guru sesungguhnya pewaris para Nabi. Para guru yang mengajarkan kebaikan kepada manuusia dido’akan oleh Allah dan para penghuni langit dan bumi. Para guru mewariskan kepada para muridnya ilmu, yang membuat murid mencapai pribadi utama. Murid --- baik laki-laki maupun perempuan --- wajib memandang sang guru dengan pandangan penuh hormat, memuliakan, dan tawadhutawadhu.
Jadi, Hubungan guru dan murid adalah
pola hubungan yang humanis-teosentris atau sosio-spiritual. Dikatakan demikian
karena hubungan ini terbentuk didasarkan atas relasi seorang yang melakukan
misi pendewasaan (pendidik) terhadap mereka yang menjadi objek pendewasaan
(siterdidik), dalam mana relasi ini berlangsung dalam konteks kesadaran dan
tanggung jawab ilahiyah dan kenabian seorang pendidik.
Seorang pendidik menurut hadis-hadis Nabi SAW adalah pelanjut misi kerasulan (pewaris Nabi). Sebagaimana Nabi adalah pemberi peringatan dan penyampai kabar gembira, maka para guru sesungguhnya pewaris Nabi untuk melanjutkan misi pemberi peringatan dan penyampai kabar gembira kepada para murid. Dalam tugas mendidik ini, maka pendidik akan berjuang dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan, dan ia rela mengorbankan apa saja untuk tugas suci yang mulia itu, persis sebagaimana para Nabi dan sahabat telah melakukannya.
Seorang guru akan
memperlakukan muridnya dalam cinta dan kasih sayang seperti orang tua terhadap
anaknya, dan murid memandang gurunya bagaikan orang tua (bapak-ibu) baginya.
Wallahu a’lam.
Oleh : Muna Nuroman
0 komentar: